JAKARTA - Pemerintah merencanakan kebijakan agar perekonomian tetap berjalan berupa kenormalan baru (new normal). Namun Federasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPI) menilai kondisi Indonesia sekarang bukan new normal melainkan abnormal.

Ketua FSPI Indra Munaswar mengatakan memulihkan kondisi ekonomi Indonesia tidak bisa serta merta langsung 100%.

"Kalau saya menyebutnya abnormal," kata Indra kepada Gresnews.com, Sabtu (30/5/2020).

Menurutnya ketika perusahaan mulai beroperasi optimal artinya telah berjalan normal (100%). Namun ketika new normal hanya 50%. Masalahnya, apakah perusahaan sanggup menutupi biaya produksi, dari sisi ekspor, apakah pasar sudah terbuka di luar negeri, apakah barang bisa dikirim?

"Jadi artinya, ini tidak bisa berdiri sendiri, ini (saling) terkait. Belum lagi bahan baku. Kalau dia impor, bisa nggak diterima? Sementara pelabuhan tertutup. Kalau pun terbuka, begitu ketat persyaratannya, yang akhirnya menjadi high cost economy dalam produksi," tuturnya.

Indra menambahkan belum lagi pasar dalam negeri belum jelas. Sekarang ini saja masih ribut antara buka pasar dan tidak buka pasar. Kalau pasar tertutup, toko-toko tertutup, bagaimana pabrik mau produksi.

"Ini memerlukan orang-orang yang betul-betul ahli dan jujur. Tidak politis, tidak politicking, tidak `asal bapak senang`. Ini harus betul-betul ahli yang menghitung, bagaimana kondisi bisa normal kembali," terangnya.

Indra mengingatkan pemerintah agar jangan membuat istilah-istilah yang membuat kusut pengertiannya di masyarakat. Istilah new normal tidak tepat, yang tepat adalah abnormal.

Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat menilai sistem baru untuk menggerakkan ekonomi tetap harus memperhatikan protokol kesehatan COVID-19 dan panduan keselamatan kerja.

Sistem baru juga harus adil, tidak boleh merugikan buruh/pekerja, seperti dalam hal pengurangan jam kerja yang upahnya pun dihitung dari jam kerja mereka. Itu bukan kebijakan yang tepat. 

"Sistem baru, seperti jam kerjanya nanti dikurangi. Kemudian disesuaikan upahnya berdasarkan jam kerjanya. Itu konyol menurut saya. Karena undang-undangnya belum mengatur itu," kata Mirah kepada Gresnews.com, Sabtu (30/5/2020).

Menurutnya jenis pekerjaan/sektor yang paling terdampak COVID-19 antara garmen, properti, pariwisata, perdagangan, makanan dan restoran, termasuk media massa.

"Pemerintah harus memberikan metode lain misalnya dengan memberikan bantuan untuk mereka yang berhenti atau terkena PHK untuk menjadi wirausaha. Pemerintah harus memberikan modal usaha," tuturnya.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menerbitkan Surat Edaran 58/2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Tatanan Normal Baru pada 29 Mei 2020.

Mengutip laman resmi sehatnegeriku.kemkes.go.id, surat itu sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan paska pemberlakuan PSBB dengan kondisi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung, perlu dilakukan upaya mitigasi dan kesiapan tempat kerja seoptimal mungkin sehingga dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup pada situasi COVID-19 atau New Normal.

"Peraturan Pemerintah 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat kerja. Namun dunia kerja tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda perekonomian harus tetap berjalan," kata Terawan dalam siaran pers, Sabtu (30/5/2020).

Menurutnya surat edaran KemenpanRB tersebut sebagai pedoman bagi kementerian/lembaga/daerah dalam penyelenggaraan pemerintah untuk beradaptasi dengan tatanan normal baru yang produktif dan aman dari COVID-19.

Berdasarkan surat edaran KemenpanRB tersebut nantinya ASN melaksanakan tugas kedinasan di kantor atau di rumah/tempat tinggal.

Sementara itu Menteri Agama Fachrul Razi menerbitkan panduan tentang kegiataan keagamaan di rumah ibadah selama kenormalan baru pandemi COVID-19. Salah satu aturan dalam Surat Edaran Nomor 15/2020 itu mewajibkan rumah ibadah memiliki surat keterangan aman dari COVID-19.

"Rumah ibadah yang dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka Reproduction Number/RO dan angka Effective Reproduction Number/RT, berada di kawasan/lingkungan yang aman dari COVID-19," kata Fachrul dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Menurutnya hal tersebut ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman COVID-19 dari Ketua Gugus Tugas provinsi/kabupaten/kota/kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud.

Fachrul mengatakan surat keterangan akan dicabut jika pada kemudian hari ditemukan kasus penularan COVID-19 di lingkungan sekitar rumah ibadah. Surat keterangan juga dapat dicabut jika dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan tidak mengikuti protokol kesehatan COVID-19.

"Sanksi pencabutan itu dilakukan agar pengurus rumah ibadah juga ikut proaktif dan bertanggung jawab dalam menegakkan disiplin penerapan protokol COVID-19," ujar dia.

Ia menambahkan surat keterangan aman COVID-19 itu bisa diperoleh pengurus rumah ibadah dengan mengajukan permohonan secara berjenjang kepada ketua gugus kecamatan / kabupaten / kota / provinsi sesuai tingkatan rumah ibadah. (G-2)

BACA JUGA: