JAKARTA - Pemerintah akan memulai kebijakan baru dengan protokol new normal dalam dunia pendidikan dengan membuka kembali sekolah. Namun Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) meminta agar pemerintah tak buru-buru membuka sekolah dan memperpanjang pembelajaran dalam jaringan daring.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim berpendapat pembukaan sekolah pada pertengahan Juli 2020 harus dipikirkan matang-matang, tidak tergesa-gesa, dan harus memperhatikan data terkait penanganan COVID-19 di tiap wilayah.

"Pembukaan sekolah membutuh koordinasi, komunikasi, dan validitas data yang ditunjukkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah," ujar Satriwan dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Kamis (28/5/2020).

FSGI berpandangan keselamatan dan kesehatan siswa dan guru adalah yang utama dan menjadi prioritas. Atas dasar itu pula, pilihan memperpanjang metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau pembelajaran daring adalah yang terbaik untuk saat ini.

Agar kondisi benar-benar aman dan sehat, opsi yang patut dipilih Kemdikbud dan Kemenag adalah dengan memperpanjang masa PJJ selama satu semester ke depan sampai akhir Desember, atau setidaknya sampai pertengahan semester ganjil (akhir September). Ini bertujuan agar sekolah benar-benar bersih dan terjaga dari sebaran COVID-19. 

Namun dengan catatan tidak menggeser tahun ajaran baru. Perpanjangan pelaksanaan PJJ tidak akan menggeser tahun ajaran baru 2020/2021, artinya tahun ajaran baru tetap dimulai pertengahan Juli.

Usulan agar tahun ajaran baru diundur ke Januari 2021 akan berisiko dan berdampak besar terhadap: sistem pendidikan nasional; eksistensi sekolah swasta; pendapatan/kesejahteraan guru swasta; psikologis siswa; dan sinkronisasi dengan Perguruan Tinggi baik dalam maupun luar negeri. 

Menurut Satriawan, berkaca kepada kasus-kasus seperti di Perancis, Finlandia, Korea Selatan, dan negara lainnya. Guru dan siswa, jadi korban positif COVID-19 setelah sekolah dibuka kembali saat pandemi.

Tak menutup kemungkinan ini bisa terjadi di Indonesia. Jangan sampai sekolah dan madrasah menjadi kluster terbaru penyebaran COVID-19.

Wasekjen FSGI lainnya, Fahriza Tanjung, juga menuntut pemerintah memperbaiki pola komunikasi, koordinasi, dan pendataan terkait penyebaran COVID-19. FSGI menunggu keputusan dari Gugus Tugas COVID-19 terkait mana wilayah yang benar-benar zona hijau dan yang tidak.

Menurutnya seandainya sekolah di zona hijau benar-benar dibuka kembali maka dinas pendidikan dan sekolah harus menyiapkan berbagai sarana kesehatan pendukung sekolah. Di antaranya, harus menyiapkan sarana sanitasi tangan, sabun cuci tangan, perbanyak keran cuci tangan.

Semua warga sekolah wajib mengenakan masker, penyediaan Alat Pelindung Diri di UKS/klinik sekolah, dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Kemendikbud juga harus segera membuat Pedoman Pelaksanaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang dikombinasikan dengan protokol kesehatan. Begitu pula dengan Kementerian Agama, bersama Kemendikbud, memberikan penguatan kembali kepada dinas pendidikan dan kepala sekolah (termasuk guru).

"Prinsipnya siswa jangan dirugikan. Jangan sampai ada siswa tak naik kelas di masa krisis pandemi ini," kata Fahriza.

Ia menegaskan pengelolaan sekolah yang sudah berdasarkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang bermakna ada otonomi yang besar dari sekolah, tetap harus diawasi.

Alasannya, ada tantangan bagi kepala sekolah, pengawas, dan dinas pendidikan yang terkadang tak cukup arif dan bijak dalam proses penilaian siswa di masa pandemi.

FSGI meminta Kemendikbud memperbaiki pengelolaan metode Pembelajaran Jarak Jauh terutama kompetensi guru. Persoalan lainnya adalah sebagian guru yang mungkin masih berusaha menyelesaikan target capaian kurikulum sampai selesai sesuai dengan perencanaan, yang dipastikan memberatkan siswa di masa krisis pandemi.

Kemendikbud dan Kemenag wajib membuat evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ yang sudah dilaksanakan selama tiga bulan terakhir. Kemenag perlu mendapat apresiasi karena telah membuat desain kurikulum darurat selama pandemi.

Sementara Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif menegaskan Kemendikbud harus menerapkan protokol COVID-19 bila hendak membuka sekolah. "Jadi begini, mumpung pelonggaran belum terjadi. Jadi saatnya sekolah-sekolah itu harus menyiapkan protokol-protokol kesehatan," terangnya pada Gresnews.com.

Pemerintah Daerah juga harus ikut memantau, terutama Dinas Pendidikan memantau kesiapan seluruh institusi sekolah dalam masuk ke fase pelonggaran, harus ada indikator kesiapsiagaan.

"Itu harus memuat, pertama tidak boleh ada kemungkinan guru dan murid yang kemungkinan sakit dan kemudian menularkan COVID-19," imbuhnya.

Menurutnya, kepala Dinas Pendidikan harus mengunjungi sekolah-sekolah, berdialog sama kepala sekolah, siap tidak membuka sekolah dalam situasi ini. "Jangan asal membuka sekolah. Itu akan menjadi cluster terbaru. Itu bisa kacau," jelasnya.

Menurut laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terutama anak usia di bawah 16 tahun ternyata juga rentan bila terkena COVID-19. Tidak benar bila anak-anak itu risiko terkena COVID-19 kecil. Bahwa mereka yang meninggal jumlahnya lebih sedikit dari orang dewasa itu benar. (G-2)

 

BACA JUGA: