JAKARTA - Bulan suci Ramadan telah tiba. COVID-19 belum juga hilang.

Menjaga tubuh dengan gizi dan nutrisi yang cukup, dapat meningkatkan imunitas tubuh untuk menghadapi COVID-19.

Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Rita Ramayulis mengatakan, saat berpuasa, artinya kita berada dalam kondisi di mana terjadi proses perbaikan seluruh sel atau regenerasi sel.

"Untuk itu, harapan kita adalah bulan puasa itu bulan yang membuat kesehatan kita menjadi lebih baik. Dalam pandemi COVID-19, tentunya kita berharap imunitas kita sudah menjadi lebih baik," kata Rita dalam Webinar Facebook oleh Kementerian Kesehatan bertema Sehat dan Bugar Selama Puasa dan Bahagia Tanpa Mudik, yang diikuti Gresnews.com, Jumat (24/4).

Rita, yang juga Ketua Dewan Pengurus Pusat Indonesian Sport Nutrisionist and Association (DPP ISNA), menjelaskan, sistem imunitas yang berperan bagi kekebalan tubuh adalah microklorapositif (probiotik).

"Kalau bicara soal probiotik, kita bicara suatu makanan fungsional atau makanan yang berfungsi lebih dari sekadar hanya memenuhi kebutuhan zat gizi kita saja," katanya.

Nama lain dari probiotik adalah bakteri hidup. Kenapa demikian? Karena dari lima sistem imunitas probiotik itu adalah salah satu imunitas biologi yang tersedia di dalam tubuh manusia. Letaknya di dalam usus manusia.

"Cuma masalahnya gaya hidup kita kadang-kadang membuat keberadaan probiotik atau microklorapositif menjadi tidak tersedia," katanya.

Selain itu, kata Rita, ketika seorang manusia bisa mempertahankan keseimbangan microklorapositif 80% dengan perbandingan 20% microkloranegatif maka akan mempunyai harapan hidup lebih panjang.

Penelitian itu sudah bersifat konsisten.

"Pertama, probiotik atau microklorapositif yang ada di usus kalau jumlahnya banyak dia akan mampu mengeliminasi antigen yang masuk ke dalam tubuh kita. Jadi seluruh kuman-kuman, virus, atau mikroba dan patogen atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh kita dan berbahaya bagi tubuh kita, itu akan mampu dieliminasi oleh microklorapositif," katanya.

Menurutnya, dengan adanya bakteri baik yang menempel pada sel usus akan membentuk kolonisasi. Kolon ini bisa menutupi pintu jalan masuknya antigen ke dalam usus tadi. Lalu meneruskan perjalanan ke pembuluh darah atau peredaran darah.

Ketika kolonisasi probiotik ini kemudian berada pada sel usus maka akan meningkatkan penyerapan zat makanan.

Kata Rita, jadi tidak hanya sebagai imunitas tapi bakteri juga mampu meningkatkan penyerapan zat penting yang ada hubungannya dengan imunitas tubuh.

Sementara itu dokter Rumah Sakit MMC, Jakarta, Zaini K Saragih menyampaikan kepada masyarakat, bagaimana menyikapi gaya hidup yang sehat pada saat bulan Ramadan.

"Saya menyampaikan mengenai aktivitas fisik saat Ramadan. Dan juga tentang olahraga dan beberapa hal penting yang harus kita pahami terkait kondisi PSBB," kata Zaini dalam acara yang sama.

Pertama, secara fitrahnya, Tuhan menciptakan manusia itu harus bergerak. Jadi satu hal, manusia harus bergerak apa pun alasannya. Kalau tidak bergerak akan berisiko terkena penyakit.

Penyakitnya bisa macam-macam, baik yang langsung datang seketika atau nanti terakumulasi sesudah dua tiga tahun kemudian jika tidak bergerak.

Jadi fitrah manusia atau makhluk hidup itu harus bergerak.

Di kalangan ilmiah sering dipertanyakan apakah virus itu makhluk hidup atau bukan? Yang menggerakkan siapa? Manusia. Manusia yang menggerakkan.

"Manusia atau makhluk hidup harus bergerak. bergeraknya apa? Jangan dipikirkan bergeraknya itu sebagai olahraga. Tapi bisa bermacam-macam," katanya.

Zaini membagi kategori kegiatan bergerak. Misalnya, di rumah, beres-beres, memasak, mencuci dan sebagainya. Itu termasuk bergerak.

Lalu transportasi. Orang bisa berjalan kaki, bersepeda, naik angkutan umum. Ini juga bisa diaplikasikan sekarang. Walaupun dalam kondisi terbatas. Misalnya, berjalan di taman atau tempat terbuka yang udaranya mengalir bebas.

Selanjutnya, aktivitas rekreasi bersama keluarga dan bermain outdoor. Kalau memungkinkan, karena hal ini sekarang sangat terbatas. Aktivitasnya banyak, misalnya bisa berjalan-jalan ke kebun, mendaki gunung, ke pantai dan sebagainya.

"Yang penting ini bisa dilakukan setiap hari. Tinggal kita cari semangat untuk melakukannya," katanya.

Sementara, kata Zaini, Kalau bicara tentang olahraga, sebetulnya tidak wajib kita kerjakan. Ini bisa dilakukan jika memungkinkan. Dalam artian orangnya tubuhnya sehat, lingkungannya mendukung. Kalau syarat ini tidak mendukung maka jangan dilakukan.

Ia membagi dua kategori olahraga. Pertama, olahraga yang bersifat permainan. Kedua, olahraga yang bukan bersifat permainan.

Olahraga yang bersifat permainan banyak sekali. Seperti sepakbola, memanah, badminton, voli dan sebagainya. Umumnya pada saat ada pembatasan akan susah untuk dilakukan.

Olahraga bukan permainan. Ini yang sangat mungkin untuk dilakukan sekarang pada saat pembatasan.

Selain itu, ada tiga jenis kegiatan. Pertama, lari pelan atau sepeda santai 20-30 menit. Bila ada tempat yang terbuka bisa digunakan lari pelan. Bila tidak ada maka cukup di rumah, lari di tempat.

Kedua, adalah empat gerakan dasar. Gerakan ini sering kita lakukan setiap hari. Dan harus dilakukan sambil berlatih di rumah. Misalnya, push-up, sit-up. Hal itu untuk membantu tubuh tetap berfungsi secara optimal.

Ketiga, peregangan. Tidak membutuhkan tenaga. Sebaiknya dilakukan setiap hari. (G-2)

 

BACA JUGA: