JAKARTA - Kesaksian ahli meringankan (a de charge) Nandang Sutisna yang dihadirkan oleh pihak terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji pada persidangan kasus lelang BBM jenis HSD oleh PT PLN (Persero), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/3), mendapat sanggahan. Nandang yang dihadirkan dalam kapasitas sebagai ahli bidang pengadaan barang dan jasa pemerintahan itu seharusnya berbicara hanya mengenai keahliannya.

Sekretaris Utama Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta menyatakan ahli yang dihadirkan dalam persidangan tersebut seharusnya memberikan keterangan hanya mengenai kerugian barang sesuai keahlian yang ditugaskan dari kantornya, bukan berpendapat tentang ada atau tidaknya kerugian negara. Nandang adalah pegawai PT PLN (Persero) pada Divisi Pengadaan Barang dan Jasa.

"Ahli yang diajukan, kan ahli pengadaan, sehingga dia seharusnya memberikan pendapat terkait kerugian barang saja," kata Setya Budi kepada Gresnews.com, Selasa (10/3).

Setya Budi, yang juga merupakan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus tersebut, menjelaskan bila berbicara tentang kerugian keuangan negara, itu tidak sesuai dengan keahlian Nandang. Kewenangan untuk menentukan ada tidaknya kerugian keuangan negara ada di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan ahli pengadaan.

Dia selanjutnya mengatakan, ahli pengadaan seharusnya mampu menahan diri untuk tidak menjawab pertanyaan di luar keahliannya. Ahli pengadaan juga jangan terjebak dengan pertanyaan yang dilontarkan, apa lagi kalau itu bukan termasuk bidang keahliannya. "Ia bisa menolak untuk menjawabnya. Lain kali harus seperti itu. Sesuai dengan keahliannya, sehingga tidak melebar dan terjebak pertanyaan di luar bidang keahliannya," ujar Setya Budi.

Pasal 1 butir 26 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan pengertian saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sementara itu pada Pasal 1 butir 28 menyebutkan pengertian keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Dalam KUHAP dikenal adanya istilah saksi a de charge, yang diatur dalam Pasal 116 ayat (3) KUHAP, yang mengatur bahwa dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.

Seorang terdakwa dalam proses persidangan berhak untuk mengajukan saksi. Hal itu diatur dalam Pasal 65 KUHAP yang berbunyi tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

Selain itu ada pula saksi yang memberatkan (a charge), yakni saksi yang keterangannya memberatkan terdakwa. Jenis saksi ini biasanya diajukan oleh penuntut umum. Saksi korban juga termasuk dalam kategori saksi yang memberatkan.

Dengan demikian, perbedaan mendasar antara saksi meringankan (a de charge) dan saksi memberatkan (a charge) adalah pada substansi keterangan yang diberikan, apakah mendukung pembelaan terdakwa atau justru memberatkan/melawan pembelaan terdakwa, serta pihak yang mengajukan saksi tersebut.

(G-2)

BACA JUGA: