JAKARTA - Pemerintah berencana menjadikan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sebagai dasar untuk memangkas perizinan. RDTR itu akan menjadi bagian penting dari Online Single Submission (OSS) yang memudahkan pengusaha untuk berinvestasi di Indonesia.

Principal Planner Andy Simarmata mengatakan sebetulnya wacana tentang RDTR itu sudah lama terdengar, namun sekarang mau dipakai sebagai dasar perizinan yang saat ini terlalu berbelit-belit. "Jadi RDTR ini yang akan dijadikan landasannya," kata Andy, yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencana (IAP) itu, kepada Gresnews.com, Sabtu (09/11).

Ia menjelaskan RDTR ada dua isinya: Peta Rencana dan Draf Tulisan. Peta Rencana dengan skala 1:5000. Artinya setiap 1 cm mewakili 50 meter. Bila dilihat maka skala ini terbaca dengan luasan 50x50 = 2500 meter persegi. Bila ukuran rumah kita hanya 100 meter persegi maka tidak akan terbaca.

Karena itu, lanjut Andy, diperlukan RDTR yang lebih detail lagi yang disebut Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dengan skala 1:1000 hingga bisa membaca rumah ukuran 100 meter persegi. Dengan hal yang lebih detail itu maka tak lagi diperlukan adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) lantaran adanya kesamaan substansi yang diatur dalam kedua dokumen, baik RTBL maupun IMB.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang telah Memiliki Rencana Detail Tata Ruang maka peluang penyederhanaan perizinan melalui penghapusan Amdal terbuka lebar.

Andy menjelaskan Amdal merupakan upaya untuk menghentikan kegiatan yang merusak, kegiatan khusus yang berpotensi merusak lingkungan, dan kegiatan yang mengubah landskap alam. "Selama ini kan belum ada aturan berapa dalam yang ditambang. Nah nanti di RTBL, itu harus ada, mengisi itu, yang sekarang belum. Jadi ketika ada kegiatan itu, bisa diketahui ini gak boleh terlalu dalam," katanya. (G-2)

BACA JUGA: