JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membentuk tim khusus untuk mempercepat proses eksekusi putusan pengadilan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Sejauh ini, dari sanksi denda sembilan kasus karhutla sebesar Rp3,15 triliun, ternyata baru dibayar Rp78 miliar atau hanya sebesar 2,4%.

"Tim kami sedang berkoordinasi dengan pengadilan, berkaitan dengan mempercepat proses eksekusi, termasuk PT National Sago Prima yang nilainya Rp1 triliun lebih," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK Rasio Ridho Sani kepada Gresnews.com, Kamis (3/10).

Ia menegaskan pemerintah tidak melihat perusahaan itu milik siapa, namun prinsipnya adalah yang melakukan pembakaran hutan harus bertanggung jawab secara hukum, baik perdata maupun pidana. Proses eksekusi dengan total nilai pengembalian negara Rp3,15 triliun saat ini sedang berlangsung.

Adapun kesembilan perusahaan yang sedang dalam proses eksekusi tersebut di Aceh (PT Kallista Alam di Nagan Raya dan PT Surya Panen Subur di Nagan Raya). Di Riau, PT Jatim Jaya Perkasa di Rokan Hilir. Dua perusahaan di Sumatera Selatan adalah PT Waringin Agro Jaya di Ogan Komering Ilir, PT Waimusi Agroindah di Ogan Komering Ilir, dan PT Bumi Mekar Hijau. PT Ricky Kurniawan Kertapersada di Jambi, juga harus bayar denda. Sedangkan di Kalimantan Selatan, ada PT Palmina Utama di Banjar. Di Riau ada PT Nasional Sago Prima (PT NSP)—anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO).

PT NSP mulai beroperasi sejak 2010. Sebesar 98,66% sahamnya dikuasai oleh SGRO. Total aset sebelum eliminasi per 2018 sebesar Rp610,66 miliar dan per 2019 sebesar Rp612,4 miliar.

Berdasarkan Laporan Keuangan Triwulan II PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) periode 30 Juni 2019, salinan putusan perkara pidana diterima oleh perusahaan pada 5 Juli 2019. PT NSP, dalam putusan kasasi pidana, diwajibkan untuk membayar denda sebesar Rp3.000.000.000 dan kewajiban melengkapi sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran sesuai dengan petunjuk standarisasi sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dengan pengawasan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Meranti dalam jangka waktu satu (1) tahun.

Dalam perkara perdata, PT NSP dihukum untuk membayar ganti rugi lingkungan hidup sebesar Rp319,17 miliar sesuai tuntutan dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp753 miliar. Total PT NSP harus membayar Rp1,07 triliun. Perkara ini berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi sejak dikeluarkannya putusan MA pada 17 Desember 2018

Sementara itu, mengenai salinan putusan kasasi perkara perdata (majelis hakim kasasi terdiri dari Artidjo Alkostar, Prof. Dr. Surya Jaya, dan Sri Muwahyuni), tercantum dalam Laporan Keuangan Triwulan II PT Sampoerna Agro Tbk. (SGRO) periode 30 Juni 2019 sebagai berikut:

“Sampai dengan tanggal penyelesaian laporan keuangan konsolidasian, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum mengirimkan surat pemberitahuan putusan dari Mahkamah Agung kepada NSP, sehingga NSP tidak mengetahui bagian tuntutan yang mana dari Penggugat yang dikabulkan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung. Selanjutnya, NSP akan mengambil langkah hukum sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku segera setelah menerima salinan putusan Mahkamah Agung.” (G-2) 

 

BACA JUGA: