JAKARTA - Respons pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap gugatan yang dilayangkan oleh seorang pegawai bernama Prasetyo Adi dinilai cenderung mengarah kepada tindakan kriminalisasi. OJK seharusnya fokus menjawab pokok gugatan mengenai tindakan sewenang-wenang dan diskriminatif saat menjatuhkan sanksi, bukan malah menuding adanya tindakan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh penggugat.

“Kelihatan upaya sewenang-wenang dan diskriminatif dari pihak OJK. Malahan sekarang dari siaran pers OJK lebih cenderung ke arah kriminalisasi,” kata kuasa hukum Prasetyo, Nur Hadi, kepada Gresnews.com, Senin (30/9).

Dalam siaran pers resmi yang dilansir oleh OJK, Senin (30/9), terdapat tiga poin yang ditekankan: 1) Sanksi administratif yang diberikan kepada pegawai merupakan hasil dari suatu rangkaian proses pemeriksaan; 2) OJK mengindikasikan adanya dugaan pemalsuan dokumen yang menyebabkan penyalahgunaan wewenang dalam kapasitas sebagai pengawas bank. Namun tidak dicantumkan jenis dokumen seperti apa yang dipalsukan; 3) Gugatan perdata yang ditujukan kepada individu-individu Dewan Komisioner OJK tidak tepat karena tindakan pemberian sanksi merupakan upaya untuk menjaga kredibilitas OJK.

Sebagai informasi, perkara itu terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor: 467/Pdt.G/2019/Pn.Jkt.Pst. Pembacaan gugatan dilakukan Kamis pekan lalu. Tergugat adalah Dewan Komisioner OJK yaitu Wimboh Santoso (Ketua Dewan Komisioner), Nurhaida (Wakil Ketua Dewan Komisioner), Heru Kristiyana, Tirta Segara, Hoesen, H. Mardiasmo, Ahmad Hidayat, dan Arifin Susanto (Direktur Pengelolaan SDM OJK selaku Sekretariat).

Pada 30 Juli 2018, dikeluarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor: KEP-16/D.02/2018 tentang Penetapan Sanksi Bagi Pegawai OJK. Sanksi berupa penurunan satu tingkat level jabatan dengan masa pengenaan sanksi selama empat tahun mulai  Agustus 2018 sampai dengan 31 Juli 2022. Konsekuensi dari sanksi tersebut antara lain penurunan jabatan, penurunan gaji dan tunjangan, tidak diberikan fasilitas pinjaman/tambahan pinjaman, tidak diikutkan dalam seleksi promosi, dan tidak diikutkan dalam program pengembangan SDM berupa pendidikan jangka panjang (S2/S3) dan/atau peningkatan mutu keterampilan luar negeri. Surat itu diteken oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida. SK itu hanya menyebut terdapat pelanggaran tata tertib dan disiplin.

Menurut penggugat, OJK telah mengabaikan dan/atau tidak memberikan ruang/proses konseling terlebih dahulu kepada pegawai sebagai tahapan proses yang harus dilewati sebagaimana diatur dalam aturan internal OJK sehingga ada kesempatan bagi pegawai untuk melakukan pembelaan dan menyatakan pendapatnya. Hal itu melanggar Peraturan Dewan Komisioner Nomor 48/PDK.02/2013, dan Surat Edaran Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan 18/SEDK.02/2015 tahun 2015 tanggal 27 November 2015 tentang Pelaksanaan Tata Tertib dan Disiplin Pegawai OJK.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis pekan ini. (G-1)

BACA JUGA: