JAKARTA - Polisi menangkap Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu. Dandhy dikenal sebagai aktivis, wartawan dan sekaligus sutradara film dokumenter; sementara Ananda Badudu adalah wartawan sekaligus musikus. Keduanya ditangkap polisi pada Kamis malam (26/9) dan Jumat pagi (27/9).

Menurut salinan surat perintah penangkapan yang diperoleh Gresnews.com, Dandhy ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/kelompok. Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia dianggap menyebarkan kebencian berdasarkan suku, agama, ras, antargolongan (SARA) melalui media elektronik, terkait kasus Papua.

Namun belum jelas unggahan apa dan pada akun media sosial mana yang dinilai polisi melanggar UU ITE tersebut. Dalam cuitan akun Twitter yang diunggah tiga jam sebelum ditangkap itu, Dandhy mengkritik Presiden Joko Widodo. Dengan merujuk pada laporan media tentang Jokowi yang menegaskan komitmennya untuk menjaga demokrasi, Dandhy menulis “mengangkat jendral Orba, lima tahun berkuasa tak satu pun kasus HAM diselesaikan, (2) merespon Papua dengan mengirim pasukan dan menangkapi aktivis dengan pasal makar, (3) membatasi internet...

Sementara itu Ananda Badudu, berdasarkan kronologi yang diperoleh Gresnews.com dijemput oleh empat orang pada Jumat dini hari pukul 04.28 WIB, dari Gedung Sarana Jaya, Jalan Tebet Barat IV Raya, Jakarta Selatan. Seorang di antaranya menunjukkan lencana polisi, menyerahkan surat penangkapan atas keterlibatannya dalam demonstrasi.

Sebelumnya, Ananda mengorganisir pengumpulan dana lewat Kitabisa.com, untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin mendukung unjuk rasa mahasiswa. Dalam laman Kitabisa.com, Ananda menuliskan bantuan tersebut akan digunakan untuk tiga keperluan yaitu makanan, minuman dan sound system mobile. (G-2)

BACA JUGA: