JAKARTA - Gedung MPR/DPR Jakarta dikepung para mahasiswa. Salah satu tuntutannya meminta agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan hasil revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Gelombang pengunjuk rasa itu terus menguat setelah Presiden Jokowi dan DPR menyetujui pengesahan RUU KPK.

Ahli hukum tata negara dari Universitas Brawijaya Malang, Aan Eko Widianto, mengatakan memang seharusnya presiden mengeluarkan Perppu Pencabutan UU KPK dan memberlakukan UU KPK yang lama. "Secara prinsip sah-sah saja, artinya tidak apa-apa mengingat adanya kegentingan yang memaksa," kata Aan kepada Gresnews.com, Selasa (24/9).

Ia menjelaskan pada dasarnya Perppu itu hak prerogatif presiden sehingga tak perlu cemas bila diganjal oleh partai politik di DPR. Jadi dalam hal ini presiden bisa berdiri di atas partai.

Sebelumnya Perppu hampir serupa juga pernah dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009, yakni Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang UU tentang KPK. Masalahnya tinggal ada atau tidak keberanian Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu.

Revisi UU KPK sebelumnya telah disahkan menjadi UU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna, Selasa (17/9/2019). Pengesahan itu menuai kritik karena dilakukan terburu-buru tanpa mendengarkan masukan dari masyarakat sipil dan unsur pimpinan KPK.

Sejumlah pasal dalam UU KPK hasil revisi juga dinilai bisa melemahkan KPK. Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara, pegawai KPK yang berstatus ASN, dibentuknya dewan pengawas, penyadapan harus seizin dewan pengawas, hingga kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). (G-2)

 

 

BACA JUGA: