JAKARTA - Aksi-aksi demonstrasi para mahasiswa menolak revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kian meluas. Setelah aksi Gejayan memanggil, di Solo dan kota lainnya muncul aksi serupa. Presiden Joko Widodo harus mengambil sikap untuk memilih membunuh atau menyelamatkan anak kandung reformasi, KPK.

Pengamat hukum Denny Indrayana mengatakan Presiden Jokowi adalah putera reformasi. "Bila memang Presiden layak sebagai putera reformasi maka sekarang ini saatnya menyelamatkan KPK yang berada di ujung tanduk kematian," kata Denny kepada Gresnews.com, Selasa (24/9).

Caranya adalah dengan mengeksekusi Pasal 22 UUD 1945, yaitu dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Kali ini, dengan melihat penolakan yang makin masif, dan setelah membaca cermat revisi UU KPK yang melumpuhkan KPK, Presiden bisa melakukan koreksi dengan menerbitkan Perppu yang menyelamatkan KPK.

"Belum ada kata terlambat, better late than never, Presiden sebaiknya menerbitkan Perppu yang memberlakukan UU KPK lama dan tidak memberlakukan revisi UU yang baru," katanya.

Dengan cara itu, kata Denny, maka KPK bisa selamat dari kematian. KPK kembali hidup dan berada di garda depan bersama presiden memberantas korupsi. Meskipun tetap dicatat, penerbitan Perppu saja tak cukup karena presiden perlu menggalang dukungan dari partai koalisi di DPR. "Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) menegaskan meski alasan penerbitan Perppu adalah subjektivitas presiden tapi objektivitas politiknya tetap memerlukan persetujuan dari DPR," imbuhnya. (G-2)

BACA JUGA: