JEDDAH - Potensi dan peluang industri halal global saat ini diperkirakan mencapai nilai US$2,1 triliun. Sayangnya, mayoritas yang mendapatkan manfaat dari industri halal itu adalah negara-negara non-Muslim, antara lain Brazil, India, Australia, China, dan Thailand.

“Segmen konsumen industri halal menjadi salah satu yang tercepat pertumbuhannya di dunia,” kata Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI Rizal Purnama dalam acara Indonesia Halal Economy Investment Forum 2019 di Jeddah, Rabu (18/9), seperti dikutip dari keterangan resmi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah yang diterima Gresnews.com.

Arab Saudi menduduki ranking keempat dalam keuangan Islam, dengan asetnya yang hampir mencapai US$500 juta di 129 lembaga keuangan Islam. Di bidang farmasi dan kosmetik, Arab Saudi masuk dalam daftar 10 besar.

Sementara itu, Direktur Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI) Diana Yuanita berpandangan, ada indikasi kuat ekonomi dan industri halal akan menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi.

Menurut Konsul Jenderal RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, penyelenggaraan forum ini sejalan dengan ambisi Pemerintah Saudi yang tertuang dalam Visi 2030, yang antara lain adalah diversifikasi ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada minyak.

“Sebagai forum warming up bagi para pengusaha dan para calon investor Saudi untuk hadir pada kegiatan Indonesia Shariah Economic Festival (ISEF) di Jakarta pada November 2019 dan Halal Summit yang dijadwalkan akan dilaksanakan di Jakarta, November 2020,” kata dia.

Perwakilan perusahaan yang hadir dari Indonesia terdiri dari Phalosari, Rendang Katuju, The Paradise World Resort, Naiila Halal Nail Polish, Islamic Fashion Institute, CIMB Niaga Syariah, Epic Group dan Harum Qalbu Gelatin Factory(G-1)

BACA JUGA: