JAKARTASejumlah kalangan mulai mengkhawatirkan kelanjutan pengusutan kasus-kasus korupsi kakap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul menajamnya polemik revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apalagi, beberapa pimpinan KPK—salah satunya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang—telah menyatakan mundur dari jabatan.

Salah satu megakasus yang sedang disidik oleh KPK adalah korupsi di anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Managing Director Pertamina Energy Services (PES) 2009-2013, Bambang Irianto, telah berstatus tersangka. Bambang—yang juga menjabat Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral) Ltd 2014-2015—disangka menerima uang sebesar US$2,9 juta (setara Rp40,6 miliar kurs hari ini) dari pihak Kernel Oil Pte Ltd (KOPL) Indonesia. Bambang menempatkan uang itu ke dalam rekening perusahaan cangkang Siam Group Holding di British Virgin Islands atau Kepulauan Virgin Britania Raya di Karibia. Dugaannya, penerimaan uang itu untuk ‘mengamankan’ jatah alokasi Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Pengungkapan dan pengembangan kasus Bambang dinilai bisa membongkar jejaring mafia migas di Indonesia, termasuk yang melibatkan Petral—yang menurut audit forensik Kordamentha menemukan adanya transaksi yang tidak jelas sebesar US$18 miliar atau setara Rp250 triliun.

Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar kepada Gresnews.com, Senin (16/2), menyatakan pesimistis. Dia memprediksi, penanganan kasus-kasus besar di KPK seperti kasus BLBI dan mafia migas akan tersendat.

"Jika revisi (UU KPK) diketok (oleh DPR), dengan formasi pimpinan seperti sekarang, prediksi saya KPK akan menjadi penegak hukum yang konvensional," kata Fickar. Kelima pimpinan KPK terpilih dan sudah disahkan oleh DPR adalah: Firli Bahuri (polisi, mantan Kapolda Sumatera Selatan dan Deputi Penindakan KPK 2018-2019), Alexander Marwata (hakim, petahana pimpinan KPK), Nawawi Pomolango (mantan hakim Pengadilan Tinggi Denpasar), Nurul Ghufron (Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember dan advokat), dan Lili Pintauli Siregar (advokat, mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Fickar menyatakan sangat mungkin KPK tidak setegas dan seindependen masa lalu. Apalagi bila KPK diperbolehkan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Itu bisa dikeluarkan kapan saja terhadap kasus apa saja, termasuk yang sedang ditangani," kata Fickar.

Lebih jauh lagi, dia menuturkan, bila menyimak wawancara ketika uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK, kuat dugaan tidak akan ada lagi operasi tangkap tangan (OTT). KPK tak ada bedanya dengan penegak hukum lainnya sehingga patut dipertanyakan keberadaan KPK. "Ini lebih dahsyat dari pelemahan yang bahkan bisa pembubaran," tandasnya. (G-2)

 

BACA JUGA: