BOGOR - Pemerintah terus mencari masukan untuk memperkecil perbedaan antara kota-kota di Jawa dan luar Jawa. Salah satunya dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) yang kini sedang menyelenggarakan Kongres Perencana Kota Sedunia ke-55 (55th ISOCARP World Congress).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan cepatnya laju urbanisasi menantang pemerintah kota di Indonesia untuk mendorong kebijakan yang inklusif dalam rangka mencapai tujuan kota yang liveable atau layak huni. Selama ini setiap peningkatan 1% urbanisasi di Indonesia hanya mampu menaikkan pendapatan per kapita sebesar 1,4%. Padahal, lanjut Bambang, di negara-negara Asia Pasifik, setiap peningkatan 1% urbanisasi mendongkrak pendapatan per kapita hingga 2,5%. "Gap ini yang ingin kita tutup dengan strategi pengembangan perkotaan," kata Bambang kepada Gresnews.com, Senin (9/9).

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita merefleksikan juga Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Mengutip Badan Pusat Statistik (BPS), PDB per kapita Indonesia sebesar US$3.927 (Rp56 juta) per 2018. Naik jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar Rp51,9 juta. Sementara itu urbanisasi adalah pergeseran populasi dari perdesaan ke perkotaan. Sebanyak 52% populasi penduduk Indonesia tinggal di area perkotaan. Pada 2030, diprediksi bakal meningkat 70% dan berkontribusi terhadap 85% PDB nasional. Bank Dunia telah mewanti-wanti Indonesia untuk mengelola urbanisasi dengan baik agar tercapai tujuan pencapaian target perekonomian nasional.

Indonesia menyambut baik kedatangan para perencana kota sedunia. Menurut mantan Menteri Keuangan pada Kabinet Kerja periode 27 Oktober 2014 sampai 27 Juli 2016 itu, Indonesia adalah negara yang memiliki urbanisasi paling unik di dunia. Penduduk kota Jakarta sebanyak 10 juta jiwa, jumlah ini tiga kali lipat jumlah penduduk terbanyak kedua, yakni Surabaya, yang hanya berjumlah tiga juta jiwa. "Pemerintah kota harus melibatkan para perencana kota dalam penyusunan rencana kota, agar ada pemikiran dan hasil yang autentik,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Wali Kota Bogor, Bima Arya, juga menyampaikan ada 33 wali kota yang hadir dalam pertemuan yang menyepakati pembangunan lebih inklusif dalam rangka mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). "Kita tidak boleh terjebak hanya pada kepentingan jangka pendek seperti quick wins, tapi juga harus berpikir dan menyusun rencana kota untuk kepentingan jangka panjang,” ujar Bima Arya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro menyampaikan kota yang liveable (layak huni) harus menjadi tujuan bersama para perencana kota dan pemimpin kota di Indonesia. IAP berkomitmen untuk mendorong para perencana kota agar aktif mendorong perencanaan kota yang layak huni. (G-2)

BACA JUGA: