JAKARTA - Komoditas sawit menjadi salah satu penyumbang devisa dan penyedia lapangan pekerjaan yang utama bagi Indonesia. Kendati memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih jauh lagi namun masih terkendala isu-isu lingkungan maupun regulasi.

Ketua Bidang Perpajakan dan Fiskal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bambang Aria Wisena mengatakan untuk mencermati dugaan pelanggaran dalam perizinan usaha kelapa sawit tidak bisa digeneralisir begitu saja. "Banyak yang disebabkan oleh tumpang tindih dan inkonsistensi regulasi," kata Bambang kepada Gresnews.com, Selasa (3/9).

Menurut Bambang—yang juga menjabat Sekretaris Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI)—harus dilihat juga dari seluruh aspek pemangku kepentingan (stakeholder), baik pemberi izin, penerima izin, regulator dan lainnya. Selama ini, lanjut dia, regulasi tata kelola sawit Indonesia diatur oleh terlalu banyak kementerian/badan sehingga sering kali tumpang-tindih (overlap) dan rancu. “Berbeda dengan negara lain yang hanya memiliki satu badan otoritas sawit,” kata Bambang. 

Sebelumnya diberitakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, pada 2018, terdapat kebun sawit di dalam kawasan hutan seluas 2.749.453 hektare atau 19,2% dari total kebun sawit di Indonesia. Riau adalah provinsi dengan sebaran tanaman kelapa sawit di dalam kawasan hutan yang terbesar, yakni 1.398.859 hektare. Disusul Kalimantan Tengah (839.096 hektare) dan Sumatera Utara (289.875 hektare).

Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu Atas Perizinan, Sertifikasi, dan Implementasi Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Yang Berkelanjutan Serta Kesesuaiannya Dengan Kebijakan Dan Ketentuan Internasional Pada Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, Kementerian Pertanian Dan Instansi Terkait Lainnya Di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Dan Papua Barat. Laporan itu bernomor: 7/LHP/XVII/02/2019 Tanggal 28 Februari 2019, yang diperoleh Gresnews.com, Senin (2/9).

BPK juga menemukan para pemegang Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPK) tidak diketahui pemenuhan Kewajiban Membangun Kebun 20% bagi masyarakat dan pemeliharaan areal bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest/HCVF). Aturan tentang hal itu termuat dalam surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tentang pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan. (G-2)

BACA JUGA: