JAKARTA - Perkembangan dunia teknologi dan informasi telah mendorong terjadinya revolusi digital yang menciptakan sebuah inovasi baru dalam kapasitas untuk memperoleh, menyimpan, memanipulasi dan mentransmisikan volume data secara nyata (real time), luas dan kompleks. Perubahan dalam corak pengolahan data ini pula yang kerap disebut sebagai inti dari Revolusi Industri Keempat.

Menurut Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, Revolusi Industri Keempat sering digambarkan sebagai munculnya cyber-physical systems, yang melibatkan kemampuan yang sepenuhnya baru bagi manusia dan mesin, terutama dalam hal kecepatan, cakupan, dan dampak sistem.

"Sebuah revolusi digital yang dicirikan dengan perpaduan teknologi yang mengaburkan garis antara bidang fisik, digital, dan biologis," ujar Wahyudi dalam Seminar Tantangan Hukum Revolusi Industri 4.O yang diselenggarakan oleh Gresnews.com di Gedung AB Cowork, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

Wahyudi menjelaskan Revolusi Industri Keempat ini telah memberikan sebuah peluang sekaligus tantangan. Dalam hal Artificial Intelegent atau kecerdasan buatan dapat membantu proses penelaahan kontrak. Di Amerika Serikat sebuah robot yang memiliki kecerdasan buatan mampu menelaah kontrak hanya dalam waktu 26 detik dengan tingkat akurasi 96%. Sementara manusia selama 96 menit dengan akurasi hanya 85%. "Sehingga kecerdasan buatan ini dapat menggantikan fungsi lawyer dan memudahkan fungsi pengadilan," ungkapnya.

Ia menegaskan dalam merespons cepatnya inovasi teknologi, hukum juga perlu bersifat supel, yang berarti mampu mengantisipasi setiap perubahan di masa depan, dengan memberikan standar yang fleksibel dan dapat berlaku bagi semua perkembangan teknologi. Dengan aturan yang tidak kaku, hukum akan mampu memberikan ruang untuk setiap invensi dan inovasi teknologi, serta dapat secara baik memfasilitasi pengembangan setiap kreasi dan inovasi berbasis digital. Namun demikian, untuk memastikan perlindungan dari hak asasi, pendekatan yang berbasis pada manusia (human centric) harus ditekankan dalam formulasi ini. Termasuk dengan menggunakan pendekatan berbasis hak dan multi-stakeholder. (G-2)

BACA JUGA: