JAKARTA - Salah satu dampak negatif dari pesatnya perkembangan dunia teknologi dan informasi adalah serbuan berita bohong/tidak benar atau hoaks. Peningkatan kepemilikan ponsel pintar dalam masyarakat juga menjadi penyumbang maraknya berita hoaks, terlebih lagi bila tak diiringi dengan kemampuan masyarakat dalam mengolah informasi.

Berita hoaks dapat menyebabkan terjadinya perpecahan bangsa dan menyebabkan orang salah dalam mengambil sebuah keputusan. "Karena itu kami mengambil posisi untuk klarifikasi data, menjelaskan informasi ini hoaks atau bukan. Posisi ini bukan hal mudah karena beberapa teman menyebut kami sebagai god of social media," kata Direktur Operasional Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Dewi Sari dalam Seminar Tantangan Hukum Revolusi Industri 4.0 yang diselenggarakan oleh Gresnews.com, di Gedung AB Cowork, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

Ia menjelaskan ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat mempercayai hoaks antara lain rendahnya literasi, efek polarisasi/eco chambers karena masalah politik dan SARA serta media yang partisan. Mereka yang menyebarkan hoaks pun memiliki beberapa motif diantaranya politik, lalu urusan uang, kebencian, ideologi, atau sekadar iseng.

Dewi memberikan tips melawan berita palsu dengan bersikap skeptis, jangan langsung percaya dan meneruskan sebuah informasi. Cek dan ricek diperlukan serta selalu ingat prinsip Why, Who, What, Where, When dan How sebagai alat pengecekan fakta.

Mafindo melakukan beragam kampanye dalam melawan hoaks ini. Dari menggelar sosialisasi ke sekolah-sekolah hingga menggelar acara Fact Checkhing Contest. Kampanye juga dilakukan di televisi melalui program cek fakta maupun di radio. Bahkan juga mendatangi partai politik semasa kampanye April lalu agar menghindari berita hoaks. (G-2)

BACA JUGA: