JAKARTATeknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat cepat. Hal itu mendorong terjadinya revolusi industri digital—yang kerap diistilahkan sebagai 4.0. Tantangan baru di bidang hukum pun tidak terelakkan. Setiap tahun, tren kejahatan siber di Indonesia terus mengalami peningkatan. Begitu pula dengan jumlah penyelesaian perkaranya.

"Kasus penipuan menempati peringkat pertama dalam 10 jenis kejahatan siber," kata Kasubbag Penyusunan Rancangan Peraturan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Denden Imadudin Soleh dalam Seminar Tantangan Hukum Revolusi Industri 4.0 yang diselenggarakan oleh Gresnews.com, di AB Cowork Building, Jakarta Selatan, Selasa (27/8).

Denden menjelaskan dalam era sekarang masyarakat lebih memilih kehilangan dompet ketimbang gawainya. Penetrasi teknologi dan informasi sudah begitu dalam. Bahkan jumlah simcard sudah lebih dari 250 juta. Melebihi jumlah penduduk Indonesia sendiri. Dengan lebih dari US$27 miliar nilai ekonomi e-commerce pada 2018.

Telah terjadi transformasi sosial-budaya dalam masyarakat kita. Namun perlu diingat ada rambu-rambunya, yakni UU Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Aturan ini mengatur ragam transaksi elektronik, termasuk juga ketentuan pidananya untuk meredam kejahatan siber. Beberapa pasal yang mengatur persoalan pidana tercantum dalam Pasal 27 sampai 31. Dari mengatur mengenai kesusilaan, perjudian, penghinaan, ancaman pemerasan. berita bohong, SARA, menakuti-nakuti pribadi sampai urusan akses ilegal dan penjebolan keamanan. (G-2)

 

BACA JUGA: