JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah intensif mengembangkan pengusutan perkara suap yang berhubungan dengan perizinan proyek Meikarta. Perkara tersebut tidak lantas berhenti setelah keluar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, atas nama terdakwa Billy Sindoro dan mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dkk. KPK mengarahkan pengusutan pada tindak pidana korporasi yang bisa menyentuh aspek tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tidak menutup kemungkinan pucuk pimpinan pengendali perseroan dijerat oleh KPK. Lippo Group Deputy Chairman James Riady beberapa kali diperiksa oleh KPK dan pernah bersaksi di Pengadilan Tipikor PN Bandung pada 7 Februari 2019.

Penelisikan yang mengarah kepada entitas korporasi PT Lippo Cikarang, Tbk (LPCK) dan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU)—pengembang proyek Meikarta—bukan tanpa dasar. Dalam berkas putusan atas nama terdakwa Billy Sindoro, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, mempertimbangkan peran kedua perusahaan tersebut sebagai pihak yang memiliki hubungan yang erat antara satu sama lain sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling) dengan perbuatan terdakwa.

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas Majelis Hakim berpendapat Perbuatan Terdakwa BILLY SINDORO bersama-sama dengan HENRY JASMEN P. SITOHANG, FITRADJAJA PURNAMA dan TARYUDI (dilakukan penuntutan terpisah), BARTHOLOMEUS TOTO, EDI DWI SOESIANTO, SATRIADI dan PT LIPPO CIKARANG, Tbk melalui PT. MAHKOTA SENTOSA UTAMA merupakan perbuatan yang sama atau sejenis, dan waktu antara perbuatan yang satu dan yang lain tidak terlalu lama serta berlangsung terus menerus yang dimulai sejak tanggal tahun 2016 sampai dengan 14 Oktober 2018, juga merupakan suatu fakta yang membuktikan suatu rangkaian perbuatan yang memiliki hubungan yang erat antara satu sama lain sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette handeling) maka Majelis Hakim berpendapat dengan demikian unsur Perbuatan yang saling berhubungan sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut telah terbukti kebenaran secara sah dan meyakinkan menurut hukum atas perbuatan Terdakwa,” demikian dikutip dari putusan Billy Sindoro.

Pertanyaannya, siapakah pengendali PT Lippo Cikarang, Tbk dan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) itu? Bagaimana fakta operasionalnya di lapangan? Reporter Gresnews.com Ach. Haqqi melakukan penelusuran terhadap kedudukan dan lokasi perusahaan itu, Kamis (22/8).

Riset yang kami lakukan menemukan fakta PT Lippo Cikarang, Tbk melepaskan pengendalian terhadap PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) dan tidak mengonsolidasi perseroan pengembang Meikarta itu. PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang tadinya berposisi sebagai entitas anak PT Lippo Cikarang, Tbk kini menjadi entitas asosiasi. Per 27 Juni 2019, PT Lippo Cikarang, Tbk telah menetapkan penghimpunan dana hasil right issue (HMETD) sebesar Rp2,9 triliun. Dana itu lantas dipinjamkan kepada PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) sebagai modal proyek. PT Lippo Cikarang, Tbk mempertahankan penguasaan saham di PT MSU di bawah 50% yaitu 49,72%. Sementara itu, di internal PT Lippo Cikarang, Tbk sendiri dilakukan perubahan komposisi kepemilikan saham. Per 31 Juli 2019, PT Kemuning Satiatama menguasai mayoritas 77,84%.

Siapa PT Kemuning Satiatama itu? Berdasarkan Akta Perusahaan, perubahan akta notaris terakhir tercatat pada 24 Oktober 2018, sekitar seminggu setelah operasi tangkap tangan KPK terhadap sejumlah pihak dalam kasus suap izin Meikarta. Modal disetor sebesar Rp162,5 miliar. Komisaris adalah Tjokro Libianto dan Ketut Budi Wijaya. Direksi adalah Stephen Eko Purwanto (Presiden Direktur), Susanto, dan Norita Alex. Pemegang saham adalah PT Lipposindo Abadi dengan 162.119.000 lembar senilai Rp162,1 miliar, PT Wisma Jatim Propertindo sebanyak 380.000 lembar senilai Rp380 juta, dan PT Maharama Sakti sebanyak 1.000 lembar senilai Rp1 juta.

Berdasarkan Akta Perusahaan per 24 Oktober 2018, PT Kemuning Satiatama berkedudukan di Berita Satu Plaza (d/h Gedung Citra Graha) LT. 10 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35/36 Setiabudi, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Alamat yang sama juga dicantumkan oleh PT Lippo Cikarang, Tbk dalam laporan ke Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 31 Juli 2019, namun dengan tambahan keterangan: “LT. 10 SUITE 1003”.

Gresnews.com tidak menemukan adanya kantor pemegang saham pengendali emiten beraset Rp8,7 triliun (Triwulan I Tahun 2019) itu di alamat yang tercantum di atas. Di Lantai 10 gedung tersebut tidak ada nama PT Kemuning Satiatama. Yang ada adalah PT Multi Prima Sejahtera, Tbk, PT Metropolitan Tirta Perdana, PT Matahari Department Store, Tbk, PT Kemang Hasta Mitratama, dan kantin. Sejumlah petugas yang ditanyai tentang nama PT Kemuning Satiatama, menjawab setahu mereka tidak ada nama perusahaan tersebut. Meskipun ada juga petugas keamanan yang menjawab kemungkinan perusahaan itu sudah pindah.

Direktur Komunikasi Publik Lippo Group Danang Kemayan Jati sudah dihubungi oleh Gresnews.com melalui Whatsapp, Kamis (22/8), namun hingga berita ini diturunkan, belum membalas, meskipun pesan sudah dibaca. Sementara itu, nomor kontak Sekretaris Perusahaan yang tercantum dalam laman BEI (IDX) atas nama Lora Oktaviani, juga tidak diangkat ketika dihubungi. Kami juga mendatangi kantor hukum Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) yang selama ini berlaku sebagai kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) untuk mengonfirmasi posisi PT Lippo Cikarang, Tbk dalam proyek Meikarta, namun Denny Indrayana, mewakili Integrity, menyatakan kantornya itu tidak lagi menjadi kuasa hukum per 16 Agustus 2019. (G-1)

 

BACA JUGA: