JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kasus suap pengurusan perizinan proyek Meikarta tak hanya berhenti pada perorangan tetapi seluruh entitas korporasi yang terlibat. 

"Tentu harus dimulai dulu dengan mengungkap keterlibatan korporasi dalam kasus suap Meikarta," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz kepada Gresnews.com, Rabu (21/8). 

Menurut Donal, penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) juga seharusnya disematkan terhadap Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin. Sebab, Neneng merupakan pejabat publik yang menerima suap. Neneng juga dinilai mempunyai harta kekayaan yang sumbernya tidak jelas.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkannya pada 5 Juli 2018 ke KPK, Neneng tercatat memiliki total harta kekayaan Rp75 miliar. Sementara itu dia memiliki utang sebesar Rp1,65 miliar, sehingga harta kekayaannya setelah dikurangi utang senilai Rp73,4 miliar. Mayoritas harta kekayaan Neneng merupakan tanah dan bangunan sebanyak 143 aset yang tersebar di tiga wilayah, yakni Bekasi, Karawang, dan Purwakarta senilai total Rp61,7 miliar.

Neneng telah divonis bersalah melakukan korupsi berupa penerimaan suap di tingkat pertama (Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat), melalui putusan Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN Bdg pada 29 Mei 2019. Dia divonis enam tahun penjara dan denda Rp250 juta serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp68,4 juta.

Pemberi suap adalah Billy Sindoro dkk—termasuk PT Lippo Cikarang, Tbk melalui PT Mahkota Sentosa Utama (MSU)—pengembang proyek Meikarta. (G-2)

BACA JUGA: