JAKARTA - Perkara Meikarta tidak lantas selesai dengan diputusnya perkara atas nama terdakwa Billy Sindoro dan mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dkk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih intensif memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat. Bahkan, selain memeriksa terus perkara suap terkait perizinan Meikarta, KPK juga mengusut dugaan terjadinya pencucian uang yang dilakukan oleh individu maupun korporasi—dalam hal ini PT Lippo Cikarang, Tbk (LPCK). “Iya, kami juga ke sana (tindak pidana pencucian uang),” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif kepada Gresnews.com di Jakarta, pekan lalu.

Sumber Gresnews.com di KPK membenarkan adanya serangkaian pemanggilan dan pemeriksaan terhadap para pengurus perusahaan di bawah bendera Lippo Group. Status pencegahan ke luar negeri terhadap Lippo Group Deputy Chairman James Riady, menurut sumber itu, juga telah disampaikan kepada pimpinan KPK untuk diteruskan kepada pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Namun, akibat adanya dinamika internal, status cegah belum ditetapkan buat James Riady. “Saya harus cek dulu ya. Ini lagi di luar kota,” kata Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang ketika dikonfirmasi oleh Gresnews.com mengenai status pencegahan James Riady tersebut, Rabu (21/8).

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pencegahan yang menyangkut keimigrasian dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM yang salah satunya berdasarkan perintah Ketua KPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jangka waktu pencegahan berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Jika tidak ada keputusan perpanjangan masa pencegahan, pencegahan berakhir demi hukum, dan yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia.

Perkara Suap
Pada 31 Juli 2019, KPK menyatakan telah melakukan pencegahan terhadap mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Tbk Bartholomeus Toto dan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa. Sementara itu, pada 7 Agustus 2019, KPK memanggil Sekretaris Eksekutif PT Lippo Cikarang, Tbk Melda Peni Lestari.

Peran Bartholomeus Toto, Melda Pena Lestari, dan James Riady dalam perkara suap terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah dkk telah dipertimbangkan sebagai fakta hukum oleh majelis hakim seperti dalam putusan Nomor 121/Pid.Sus-TPK/2018/PN Bdg atas nama terdakwa Billy Sindoro yang divonis hukuman penjara 3,5 tahun dan denda Rp100 juta. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 14 Mei 2019; dan putusan Nomor 15/Pid.Sus-TPK/2019/PN Bdg atas nama terdakwa Neneng Hasanah Yasin yang divonis 6 tahun penjara dan denda Rp250 juta serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp68,4 juta, pada 29 Mei 2019.

Atas persetujuan Bartholomeus Toto tersebut, Edi Dwi Soesianto kemudian mengambil uang sejumlah Rp10.500.000.000 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) dari Melda Peni Lestari yang merupakan Sekretaris Direksi PT Lippo Cikarang, Tbk dan dari Bartholomeus Toto bertempat di helipad PT Lippo Cikarang, Tbk. Bahwa setelah menerima uang dari Melda Peni Lestari dan Bartholomeus Toto, Edi Dwi Soesianto kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Terdakwa Neneng Hasanah Yasin melalui E. Yusuf Taupik secara bertahap,” demikian dikutip dari putusan Neneng. Sebagai informasi, Edi Dwi Soesianto adalah Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang, Tbk.

Berkaitan dengan peran James Riady, majelis hakim dalam putusan Billy Sindoro mempertimbangkan fakta hukum sebagai berikut: “... sekitar bulan Desember 2017 surat Rekomendasi Dengan Catatan dari Provinsi Jawa Barat yang ditandatangani oleh Kepala Dinas Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Jabar diterbitkan dan setelah terbitnya rekomendasi tersebut Fitradjaja Purnama dalam beberapa komunikasinya dengan Terdakwa Billy Sindoro melalui aplikasi Whatsapp, diperintahkan untuk segera menemui Bupati Bekasi dalam rangka melanjutkan pengurusan ijin-ijin proyek pembangunan Meikarta yang sempat terhenti.”

“Terdakwa Billy Sindoro bersama dengan James Riady pada tanggal 8 Januari 2018 ada datang ke rumah dinas Bupati Neneng Hasanah Yasin yang pada saat itu Neneng Hasanah Yasin baru usai melahirkan, dalam pertemuan Terdakwa Billy Sindoro dan James Riady tersebut terjadi ketika RDC sudah keluar dan dalam pertemuan tersebut Billy Sindoro dan James Riady hanya membicarakan hal umum tentang Bekasi dan membicarakan tentang keluarga, pada kesempatan tersebut Billy Sindoro pernah memperlihatkan gambar-gambar Meikarta kepada Neneng Hasanah Yasin.”

“Bahwa antara Terdakwa BILLY SINDORO dengan NENENG HASANAH YASIN   juga pernah bertemu di rumah Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksaan Republik  Indonesia, pada saat itu hanya acara makan malam saja atas ajakan Terdakwa BILLY   SINDORO , selanjutnya ada pertemuan antara Terdakwa BILLY SINDORO dengan   NENENG HASANAH YASIN dan ada juga FITRADJAJA PURNAMA di restoran yang   berada di Apartemen Axia Cikarang pada bulan April 2018, dalam pertemuan tersebut   poin yang dibicarakan adalah mengenai rencana pembangunan tahap II Meikarta terkait   dengan RDTR untuk pengembangan 380 Ha (diluar yang sudah ada IPPT 84,6 Ha),”   dan dibicarakan dalam pertemuan tersebut adalah terkait dengan implementasi dari   CSR apakah PT LIPPO CIKARANG bisa membuat Universitas dan Rumah Sakit untuk   Kabupaten Bekasi, NENENG HASANAH juga menyampaikan kepada BILLY SINDORO   sehubungan dengan ijin pembangunan Meikarta ada biaya terkait dengan IMB yang   belum dibayar oleh PT. LIPPO CIKARANG, dalam pertemuan tersebut Terdakwa BILLY   SINDORO juga menyampaikan kepada saksi akan memberikan lagi uang sebesar   Rp.10 Miliar dan selanjutnya FITRADJAJA PURNAMA nantinya yang mengurus teknis   perijinan Meikarta.” (G-1)

Bersambung Bagian 2.

BACA JUGA: