JAKARTA - Kelanjutan pengusutan kasus obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim ramai diperdebatkan setelah Mahkamah Agung memvonis lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Mengutip pendapat pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Eddy Hiariej, dalam salah satu diskusi di Jakarta, Rabu (31/7), kasus Sjamsul Nursalim ini masih ada peluang untuk melanjutkannya baik secara perdata maupun pidana asalkan ada fakta baru.

Salah satu fakta yang sempat terungkap dalam persidangan terdakwa Syafruddin Temenggung di PN Jakarta Pusat adalah kepemilikan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) kini dipegang keluarga Sjamsul Nursalim. Berdasarkan keterangan Presiden Direktur PT Gajah Tunggal Tbk Budhi Santoso Tanasaleh, pemegang saham Denham Pte. Ltd adalah Michelle (putri Sjamsul Nursalim), William (putra Sjamsul Nursalim), dan Tan Enk Eee (menantu Sjamsul Nursalim). Sekarang, Tan Enk Eee menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL).

Menurut catatan Bursa Efek Indonesia, Denham Pte. Ltd adalah pemegang saham mayoritas emiten PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dengan porsi 49,51%. Padahal Gajah Tunggal merupakan salah satu aset yang diserahkan Sjamsul ke BPPN kala itu. Perlu ditelisik lebih jauh adakah aspek pelanggaran hukum yang dilakukan Sjamsul saat mengambil kembali asetnya tersebut. Dan melihat kemungkinan terdapat kerugian negara dari upaya pengembalian kembali aset Gajah Tungal itu.

"Bisa saja itu masuk (sebagai fakta baru) tapi harus dicek dulu datanya," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz kepada Gresnews.com.

Menurutnya, yang terjadi saat ini adalah kesimpangsiuran secara hukum. Dalam kasus BLBI lainnya seperti kasus David Nusa Wijaya, gugatan perdatanya dikandaskan pengadilan. David adalah Direktur Utama Bank Umum Servitia yang menilap uang negara lewat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp1,29 triliun. ICW pada 2004 lalu pernah melakukan eksaminasi Eksaminasi Putusan Pengadilan Perkara David Nusa Widjaya melawan BPPN. Pada dasarnya ICW setuju bila KPK melakukan juga gugatan perdata selain pidana yang tengah berjalan saat ini dalam kasus Sjamsul Nursalim. Namun harus belajar dari preseden kasus perdata sebelumnya.

Menilik Neraca penutupan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) per 21 Agustus 1998, kewajiban BDNI sebesar Rp47,2 triliun dan total nilai asetnya Rp18,85 triliun. Jadi Jumlah Kewajiban Pemegang Saham (JKPS) sebesar Rp28,4 triliun. Nilai JKPS ini yang menjadi patokan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).

Dalam MSAA disepakati, Rp28,4 triliun itu akan diselesaikan dengan cara pembayaran tunai sebesar Rp1 triliun dan penyerahan aset senilai Rp27,4 triliun kepada perusahaan yang dibentuk oleh BPPN yaitu PT Tunas Sepadan Investama (PT TSI).

Aset yang diserahkan adalah berupa saham tiga perusahaan, yaitu: PT Gajah Tunggal Tbk (GT), PT GT Petrochem Industries (GTPI), dan PT Dipasena Citra Darmaja. Penyerahan terjadi pada 1999.

Namun, pada 27 April 2004, perusahaan pencatat efek PT Datindo Entrycom, menyatakan PT TSI bentukan BPPN mengalihkan seluruh sahamnya ke sebuah perusahaan bernama Garibaldi Venture Fund Limited. Direktur Garibaldi Venture Fund Limited Bambang Sugeng bin Kajairi mengajukan permohonan registrasi saham atas PT GT dan PT GTPI menjadi atas nama Garibaldi Venture Fund Limited.

Pada 6 Desember 2004, PT Datindo Entrycom melaporkan perubahan kepemilikan saham PT Gajah Tunggal Tbk dari pihak penjual Garibaldi Venture Fund Limited (Malaysia) kepada pihak pembeli Global Union Fiber Investment Ltd (Malaysia). Selanjutnya mulai 2005, masuk nama baru yakni Denham Pte. Ltd ke dalam struktur pemegang saham Gajah Tunggal. (G-2)

BACA JUGA: