JAKARTA, GRESNEWS.COM - Naga-naganya pemerintah mengabulkan keinginan PT Freeport Indonesia yang meminta penundaan waktu pembangunan proyek pabrik pemurnian atau smelter. Ada rencana dari Pemerintah Indonesia untuk memberikan toleransi untuk pelaksanaan pembangunan smelter bagi perusahaan tambang.

Menteri Energi Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan pembangunan smelter merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) sehingga harus tetap dilaksanakan. Namun waktu pelaksanaannya pemerintah akan mempertimbangkan kondisi perekonomian dunia.

"Ada situasi dunia yang membuat kita mempertimbangkan kembali pelaksanaannya dan akan kami bicarakan dengan Komisi Energi DPR," kata Jero usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Rabu (23/10) kepada Gresnews.com.

Dalam Pasal 170 UU Minerba menyebutkan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU diberlakukan. Dengan UU Minerba diundangkan pada 12 Januari 2009, maka paling lambat 12 Januari 2014 atau tinggal sembilan bulan lagi perusahaan tambang terkena kewajiban tersebut.

"Harus ada adjustment-adjusment, gak bisa ESDM sendiri. Harus bicara dengan DPR. Berarti kita cari cara-cara terbaik untuk negerinya. Harus kita rundingkan dulu dengan DPR, opsi mana yang bisa, yang realistik, yang tidak melanggar," imbuh Jero.

Ketika ditanya lebih jauh mengenai opsi apa yang akan ditawarkan, Jero Wacik menyatakan belum dapat memberitahukannya. "Saya belum mau kasih tau opsinya nanti ribut duluan," ujarnya dengan tertawa.

Menurutnya, banyak opsi yang dapat ditawarkan dalam pembangunan smelter itu. Akan tetapi konteksnya harus dalam bingkai yang menguntungkan rakyat dan bangsa serta tidak melanggar undang-undang.

Senada dengan Pemerintah, Ketua Komisi Energi DPR RI Sutan Bhatoegana menyatakan terus mendorong pelaksanaan UU Minerba itu. Dirinya menilai pelaksanaan pembangunan smelter pun harus dilihat dengan kondisi perekonomian dunuia.

"Nanti kan bisa dilakukan bertahap (pembangunan smelter itu)," katanya kepada Gresnews.com.

Dikatakan Sutan, tujuan pembangunan smelter adalah untuk melindungi kepentingan nasional untuk mengelola mineral dalam negeri sendiri. Akan tetapi dalam hal mempertimbangkan harus dilihat berdasarkan case-by-case dan bukan secara general.

Sutan menambahkan "Apa yang dibikin beliau kan tujuannya mulia tapi kan rakyat belum tentu bisa menerima. Coba bayangkan tidak boleh mengekspor mineral. Mineral yang mana? Kalau mereka bisa bangun smelternya disini bisa. Tapi kalau kandungan mineralnya sedikit (ya baru berapa tahun tutup). Ada yang perlu dilihat case by case tidak bisa general," katanya.

Menurut Sutan yang menjabat sebagai Ketua DPP Partai Demokrat, ini menilai sejauh ini pandangan seluruh fraksi hampir sama bahwa mineral itu ada yang bisa dieskpor dan ada yang harus dikelola. Menurutnya, hal itulah yang harus diatur oleh pemerintah.

"Itu bukan (untuk) menyetop ekspor, tapi bagaimana mengatur itu," katanya.

Sebelumnya Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Boedioro Soetjipto di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Selasa lalu, meminta kelonggaran dari pemerintah terkait kewajiban hilirisasi produk mineral yang dihasilkan Freeport. Alasanya saat ini rencana pembangunan smelter Freeport masih dalam tahap studi kelayakan (feasibility studies).

Freeport meminta agar diberi dispensasi perpanjangan deadline terkait pembangunan smelter yang batas akhirnya 12 Januari 2014. Sementara target mereka smelter baru akan terbangun paling cepat 2017 mendatang.

(Mungky Sahid/GN-04)

BACA JUGA: