GRESNEWS.COM - Rencananya, besok Kejaksaan Agung bakal mengirimkan draft perjanjian ekstradisi, terkait buronan kakap Djoko Tjandra kepada Pemerintah Papua Nugini. Namun rencana itu masih ditanggapi skeptis sejumlah anggota Dewan. Mengingat track record Kejaksaan Agung dianggap lamban dalam kasus ini. 


Kepada Gresnews.com dan sejumlah wartawan, sekali lagi, keyakinan itu terlontar dari mulut Wakil Jaksa Agung, Darmono yang tanpa ragu menyatakan, Kejaksaan Agung dan Pemerintah Indonesia akan segera ekstradisi Djoko Tjandra dari Papua Nugini ke Indonesia. Janjinya sih dalam waktu dekat.

Darmono menambahkan, paspor milik Tjandra sudah dibatalkan oleh Pemerintah Papua Nugini. Termasuk status kewarganegaraannya yang ditinjau ulang. Begitupun sejumlah dokumen pendukung. Ini modal penting untuk proses ekstradisi. Jadi, "Tunggu saja hasilnya. Kita masih menunggu pembahasan lebih lanjut dari draft yang akan dikirim, rencananya tanggal 26 Maret ini (besok, Red)," tandas Darmono.

Namun ketika dipertegas, seberapa besar keyakinan Kejaksaan Agung untuk bisa membawa pulang Djoko ke tanah air? Darmono menjawab diplomatis berbau religius: "Yakin. Insyaallah."

Sudah Lama Terlacak

Apa komentar anggota Dewan soal angin segar baru ini? "Jadi Kejaksaan Agung jangan omong doang, harus cepet bertindak," sergah anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi, kepada Gresnews.com, di Jakarta. Dia juga memaklumi banyaknya intervensi yang masuk ke dalam wilayah penegak hukum, sehingga prosesnya jadi panjang. "Sudah pastilah ada intervensi dari Pemerintah agar tidak ada ekstradisi," tandasnya. Di sini ´kan banyak pejabat yang juga korupsi.

Sedangkan anggota Komisi III Fraksi PPP Achmad Dimyati Natakusumah jujur mengakui, dirinya sudah agak skeptis, tidak meyakini apa yang dikemukakan Kejaksaan Agung yang (lagi-lagi) berjanji akan segera memulangkan Djoko Tjandra. "Saya sungguh tidak yakin Djoko Tjandra bisa dipulangkan dalam waktu dekat. Alasannya banyaklah," katanya tanpa merinci lebih jauh.

Kejaksaan Agung selama ini dinilai lamban menangani kasus buronnya Djoko Tjandra. Meski sejak akhir tahun lalu, keberadaan Djoko sudah terlacak. Ia ternyata lebih banyak menghabiskan waktu di Singapura, menggunakan nama samaran Joe Chan. Walaupun resminya berkewarganegaraan Papua Nugini, Djoko diketahui hanya empat kali mengunjungi negara itu sepanjang 2012.

Indonesia dan Papua Nugini baru membahas soal perjanjian ekstradisi akhir tahun lalu, menyusul kasus Djoko Tjandra. Karena Djoko baru bisa diserahkan ke Pemerintah Indonesia lewat perjanjian ekstradisi. Namun situasi politik di Papua Nugini membuat perjanjian itu tak kunjung jadi kenyataan. Kejaksaan Agung sendiri dianggap lebih banyak bersikap pasif.

Djoko Tjandra kabur ke Papua Nugini sehari sebelum putusan Peninjauan Kembali (PK) keluar pada Juni 2009, melalui bandara Halim Perdanakusuma, langsung menuju Port Moresby, Papua Nugini. Ia kemudian mendapatkan kewarganegaraan di negara yang bertentangga dengan Provinsi Papua itu.

Djoko diajukan ke meja hijau dalam kapasitas sebagai Direktur Utama PT Era Giat Prima, terkait kasus pengalihan hak tagih (casie) Bank Bali. Dalam putusan PK yang bocor ke telinga Djoko dan kroni-kroninya, Djoko dijatuhi hukuman 2 tahun penjara. Duitnya di Bank Bali (kini Bank Permata) sebesar Rp 546 miliar juga dirampas oleh negara. Peninjauan Kembali diajukan oleh Jaksa setelah Kasasi ditolak oleh MA, paskcaputusan bebas PN Jakarta Selatan. (LAN/GN-02)

 

 

 

BACA JUGA: