GRESNEWS - Partai politik adalah tiang demokrasi, milik rakyat. Itu kata politisi. Tapi, tahukah Anda, betapa sulitnya rakyat itu mengakses ´dapur logistik´ keuangan partai?

"Harusnya didiskualifikasi saja (sebagai peserta pemilu)," kata Direktur Eksekutif Center For Democracy, Integrated Peace and Security Studies (CDIPSS) Yohanes Sulaiman kepada Gresnews.com, Jumat (22/2), menanggapi sulitnya meminta partai politik membuka laporan keuangannya ke publik.

Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Apung Widadi menilai secara umum permintaan informasi ICW terkait laporan keuangan dan program kegiatan parpol tidak mendapatkan respons yang baik.

""
Apung Widadi (Foto: obornews.com)

"Bahkan hampir semuanya masuk pada tahapan mediasi di KIP (Komisi Informasi Pusat) maupun provinsi. Namun demikian, tetap saja partai politik masih enggan memberikan data dan informasi terkait yang dimohonkan," kata Apung kepada Gresnews.com, Jumat (22/2).

Padahal UU Nomor 2 Tahun 2008 jo. UU Nomor 2 Tahun 2011 pada Pasal 37 mengatur bahwa pengurus partai politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir. Pasal 38 mengatur hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.

Sulit Akses
Sulitnya mengakses informasi mengenai keuangan parpol bisa tergambar dari serangkaian langkah yang ditempuh oleh ICW. Walaupun sudah diatur jelas dalam UU Partai Politik, namun dalam tahap implementasi, partai politik masih cenderung tertutup dalam hal transparansi dan akuntabilitas keuangannya. Hasil uji akses informasi yang sedang dan telah dilakukan oleh ICW tahun ini di empat daerah, yaitu Jakarta, Semarang, Yogyakarta dan Makassar, membuktikan ketertutupan parpol dalam hal keuangan.
Uji akses informasi tersebut sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Permintaan informasi yang ICW mohon berupa:

1. Rincian program umum dan kegiatan partai tahun 2010 dan 2011.
2. Rincian Laporan Keuangan Partai tahun 2010 dan 2011 meliputi:
a) Rincian rencana dan laporan realisasi anggaran;
b) Rincian Neraca;
c) Rincian laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Adapun terdapat kronologi terkait permintaan informasi yang dilakukan ICW, antara lain:

Pada Selasa 4 April 2012, ICW mengirimkan surat permintaan informasi kepada sembilan partai politik yang mendapat kursi di legislatif berkaitan dengan rincian laporan keuangan dan program kerja partai politik. Sembilan partai tersebut adalah Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Surat ditujukan kepada Sekretaris Jenderal masing-masing partai melalui sekretariat mereka di Jakarta.

Mengingat tidak ada respons sama sekali atas permintaan yang diajukan, ICW  melanjutkan dengan mengirim surat keberatan tertanggal 7 Mei 2012 kepada sembilan parpol tersebut

Hingga 20 Juni 2012, baru empat partai politik yaitu PKS, Partai Hanura, Partai Gerindra dan PDIP yang merespons dengan menyerahkan Laporan Keuangan. PKS memberikan laporan keuangan tahun 2010. Gerindra laporan keuangan dari APBN tahun 2011 dan surat konfirmasi masih dalam proses audit untuk laporan keuangan. Hanura memberikan laporan keuangan dari APBN tahun 2011.

Hingga saat ini dalam mediasi awal di KIP, Golkar dan PDIP tidak hadir dalam proses mediasi tersebut. Sedangkan untuk partai yang lain masih dalam proses penjadwalan oleh KIP.
Dalam waktu yang sama, proses permintaan informasi juga berlangsung di Semarang, Yogyakarta, dan Makassar. Adapun dokumen laporan yang diterima dari setiap partai dan juga berbagai wilayah, semuanya tidak lengkap.

Jakarta
Dari semua partai (PD, Golkar, PDIP, PKB, PPP, PAN, PKS, Hanura, Gerindra), dalam tahap permintaan awal tak satu pun yang merespons. Pada tahap keberatan, semua partai tersebut juga tidak merespons kecuali PDIP, PKS, Hanura, Gerindra, yang merespons hanya laporan APBN. Untuk tahapan mediasi, semua partai masih dijadwalkan, kecuali Golkar dan PDIP, yang tidak hadir pada mediasi pertama.

Makassar
Pada tahap permintaan awal semua partai tidak merespons kecuali PKB, Golkar, PD yang merespons namun tidak memberikan data. Tahap keberatan, semua partai tidak ada yang merespons. Pada tahap mediasi, semua partai masih dijadwalkan.

Semarang
Pada tahap permintaan awal, semua partai tidak merespons kecuali Golkar dan PPP yang merespons namun tak memberi data. Tahap keberatan, semua partai tak ada yang merespons. Pada tahap mediasi, semua partai memberi data, kecuali PDIP dan Hanura yang tidak ada kesepakatan sebelumnya.

Yogyakarta
Semua partai tidak merespons pada tahapan permintaan awal. Pada tahap keberatan, sebagian partai (PDI P, PKB, PPP, PAN) merespons. Sedangkan PD, Golkar, PKS, Gerindra tidak merespons. Hanura tidak memiliki laporan. Dalam tahap mediasi, semua partai memberi data dari APBD, kecuali PKS dan Gerindra deadlock.

"Dari data hasil sementara permintaan informasi yang ICW lakukan terhadap partai politik di empat daerah tersebut secara garis besar dapat dikatakan bahwa partai politik masih sangat tertutup dalam transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan," kata Apung.
Lebih lanjut Apung mengatakan, berdasarkan uji akses tersebut terlihat bahwa sebagian partai politik tidak memiliki laporan keuangan. Hal ini terlihat seperti di Yogyakarta, Semarang dan Makassar dimana partai politik sebenarnya tidak pernah membuat dan memiliki laporan keuangan partai politik setiap tahunnya yang bersumber dari sumbangan pribadi, badan hukum dan dari APBN/D.

"Partai politik hanya mempunyai laporan keuangan yang bersumber dari APBN/D. Sebagian besar partai politik masih menganggap bahwa laporan yang wajib disampaikan ke publik hanya yang bersumber dari anggaran APBN/D saja. Selain itu, partai politik membuat laporan keuangan karena desakan Peraturan Pemerintah dan Permendagri terkait bantuan laporan keuangan parpol yang bersumber dari anggaran negara," kata Apung.

Selain itu, Apung mengatakan, program kerja dan kegiatan partai politik setiap tahunnya masih dianggap rahasia sehingga publik kurang jelas mengetahuinya. Hal ini terlihat dari permintaan informasi terkait program kerja dan kegiatan partai politik yang belum diserahkan kepada ICW di empat daerah.

"Bahkan beberapa menganggap bahwa program kerja masih masuk kategori rahasia sehingga publik masih sulit untuk mengetahuinya," ujarnya.

Masalah lainnya adalah sebagian besar partai politik belum pernah memiliki dan menunjuk akuntan publik untuk mengaudit laporan keuangan setiap tahunnya. "Dari laporan keuangan yang diperoleh dari beberapa partai, dapat disimpulkan bahwa partai politik belum pernah memiliki dan menunjuk akuntan publik independen untuk melakukan audit atas laporan keuangan partai," ujarnya.

Mengomentari kacaunya keterbukaan parpol dalam hal keuangan itu, pengamat politik Boni Hargens mempertanyakan keseriusan parpol-parpol itu mengikuti pemilu. "Ya, kalau memang mereka serius mengikuti pemilu ini, seharusnya taat dong secara administratif (pelaporan)," kata Boni, Jumat (22/2).

Boni juga mengkritik KPK yang abai terhadap persoalan ini. "Penentuan KPU secara verifikasi harus jelas, termasuk laporan keuangannya. Ya, kalau seperti ini perlu ditindak tegas parpol-parpol ini bahkan bisa saja didiskualifikasi," ujarnya.

BACA JUGA: