JAKARTA - Banyaknya aktivis 1998 yang menjadi calon legislatif di berbagai partai khususnya yang bukan partai penguasa adalah langkah politik yang harus didukung. Hal ini  sejalan dengan apa yang diputuskan oleh 300 perwakilan aktivis 1998 dari 23 provinsi dalam pertemuan aktivis 1998 pada 2007.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi Jumat (25/1), Pena ´98, menyatakan setelah 15 tahun menumbankan rezim Orde Baru, sudah saatnya aktivis 1998 merebut estafet kepemimpinan nasional di legislatif maupun eksekutif. Kemenangan aktivis 1998 dalam Pemilu Legislatif 2014 bisa menjadi spirit baru dan mampu meminimalisir dinasti politik yg memposisikan lembaga DPR tidak ubahnya sebuah perusahaan swasta yang bisa diwariskan dari suami ke isteri, anak, keponakan, sepupu bahkan cucu sebagaimana kita lihat terjadi saat ini.

Peluang DPR menjadi lembaga yg lebih baik akan lebih besar jika aktivis 1998 mampu merebut kursi dominan. Setidaknya harapan untuk meluruskan arah reformasi akan lebih besar jika mayoritas parlemen dikuasai oleh para pelaku reformasi bukan para pengaku reformasi alias reformis dadungan seperti dalam tiga pemilu pasca 1998.

Tapi yang harus diingat adalah langkah aktivis 1998 menuju parlemen bukanlah hal yang mudah mengingat mereka akan bertarung dgn para caleg yang berasal dari dinasti politik yang menghegemoni banyak partai, bertarung melawan pengusaha-pengusaha hitam, para pemilik modal partai, hingga artis-artis populer yang dikenal rakyat namun tidak mengenal rakyatnya.

BACA JUGA: