Pada umumnya dalam suatu perkawinan tidak ada pemisahan harta benda kecuali harta bawaan sebelum menikah. Namun bagaimana jika terjadi pemisahan harta benda yang diinginkan istri? Dapatkah dilakukan?

Dalam hukum perdata (KUHperdata), dikenal pemisahan harta benda. Selama perkawinan, si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta benda kepada Hakim, tetapi hanya dalam hal-hal:

1. Bila suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang dan gabungan harta bersama, dan membiarkan rumah tangga terancam bahaya kehancuran;

2. Bila karena kekacau-balauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada dalam keadaan bahaya;

3. Pemisahan harta benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama adalah batal. Tuntutan akan pemisahan harta benda harus diumumkan secara terbuka;

4. Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu;

5. Putusan Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan;

6. Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin Hakim, untuk menjaga agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan si suami;

7. Keputusan di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur;

8. Para kreditur si suami yang tidak turut campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka dengan adanya pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan;

9. Meskipun ada pemisahan harta benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri saja;

10. Isteri yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dia dapat memperoleh izin umum dari hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya;

11. Suami tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila si istri setelah berpisah harta bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dari Hakim, kecuali bila si suami ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
 
Gabungan harta benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami istri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. Bila gabungan harta bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan harta bersama itu dengan syaratsyarat yang semula, adalah batal.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: