Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga negara yang berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, sebagaimana diatur Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Bagaimanakah mengajukan gugatan pemilu di MK? Hal ini dapat dilihat dalam UU MK dan Peraturan MK yang mengatur pedoman beracara.

Dalam perkara pemilu, permohonan pembatalan penetapan perolehan usara Pemilu secara nasional harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak pengumuman oleh KPU tentang penetapan hasil pemilu secara nasional.

Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi dalam 12 (dua belas) rangkap setelah ditandatangani oleh:
a. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan pusat atau nama yang sejenisnya dari Partai Politik Peserta Pemilu atau kuasanya;
b. Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dari dewan pimpinan atau nama yang sejenisnya dari partai politik lokal atau kuasanya; atau
c. Calon anggota DPD peserta Pemilu atau kuasanya.

Permohonan yang diajukan calon anggota DPD dan/atau partai politik lokal peserta Pemilu DPRA dan DPRK di Aceh dapat dilakukan melalui permohonan online, e-mail, atau faksimili, dengan ketentuan permohonan asli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah harus diterima oleh Mahkamah dalam jangka waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak habisnya tenggat.

Hal penting yang harus diperhatikan lainnya adalah, dalam Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon, termasuk nomor telepon (kantor, rumah, hand phone), nomor faksimili, dan/atau e-mail;
b. uraian yang jelas tentang:
1. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon;
2. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.

Pengajuan permohonan harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan.

Untuk mendapatkan tata cara lebih lanjut dapat membaca Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: