Jakarta - Penetapan tersangka oleh Mabes Polri terhadap mantan Menteri Kesehatan dalam kasus pengadaan alat kesehatan dinilai salah karena menganggap kebijakan dapat dipidanakan. Hal tersebut disampaikan oleh ketua tim penasihat Siti Fadillah Supari, Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, Rabu (25/4).

Menurut Yusril, sebuah kebijakan terbentuk atas dasar perencanaan oleh sejumlah pihak terkait. Selain itu, sebelum diberlakukan, kebijakan juga didahului analisis yang tajam. "Karena itu tidak bisa dipidanakan," ucap Yusril.

Ketika proyek tersebut dilaksanakan, lanjut Yusril, Siti sudah mengikuti arahan dan ketentuan Presiden. Apalagi saat proyek tersebut dilaksanakan, Siti Fadilah memang sedang berada dalam keadaan darurat bencana.

Selain mendapat izin Presiden melalui Perpres, sambung dia, pengadaan alat kesehatan untuk Kuta Cane, Nagroe Aceh Darussalam, juga merupakan permintaan dari bawahan kliennya, yakni Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (PPK).

Bahkan, Yusril menegaskan, pengadaan alat kesehatan tersebut juga telah melalui telaahan Sekretariat Jenderal dan Biro Keuangan Kemenkes. "Jadi menteri tinggal tanda tangan saja. Kalau teknis pengadaan, tidak mungkin menterinya tahu," papar Yusril.

Tidak sampai di situ, Yusril juga menganggap penerapan Pasal 56 dalam KUHP yang diberikan oleh penyidik akan memberatkan kepolisian sendiri. Sebab, sambung dia, pasal yang terdapat dua ayat di dalamnya itu disebutkan. Pada ayat pertama, pelaku kejahatan dikatakan turut membantu terjadinya kejahatan pada waktu kejahatan itu terjadi.

Sedangkan pada ayat duanya, pelaku dituduh turut membantu ketika belum terjadi. Selain itu, sambungnya, pada aturan tersebut juga disebutkan bahwa pelaku itu memberikan keterangan, fasilitas, sarana dan kesempatan untuk seseorang melakukan kejatahan.

"Mana mungkin ketika anak buahnya korupsi, Siti Fadilah lantas membantu. Jadi polisi akan berat membuktikan dengan pakai pasal itu," tutur dia.









BACA JUGA: