Jakarta - Kegalauan pemerintah untuk menjalankan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah bisa diprediksi sejak awal. 

Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, sinyalemen kegalauan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuatnya sendiri itu dapat terlihat dari tiga alasan. "Pertama, pembatasan BBM tersebut susah dan ribet. Penerapannya di lapangan maupun pengawasan serta infrastrukturnya, jadi sejak awal ide ini tidak perlu," kata Kurtubi, di Jakarta, Rabu (25/4).

Alasan kedua, tambah Kurtubi, pembatasan sama dengan kenaikan harga BBM 100% lebih. "Pembatasan ini sama dengan kenaikan harga BBM secara terselubung, melebihi dari rencana pemerintah yang ingin menaikan harga BBM Rp1.500 per liter. Karena, kendaraan mobil tertentu diwajibkan membeli Pertamax yang harganya Rp 10.000 per liter," ujar Kurtubi.

Alasan ketiga, kebijakan pembatasan tersebut tidak tepat, karena menyuruh masyarakat diarahkan dari minyak ke minyak. "Kalau hanya beralih Premium ke Pertamax sama saja ke minyak, dimana produksi minyak kita saja saat ini turun, sementara untuk memenuhi kebutuhan kita harus impor minyak dan BBM lagi," tandas Kurtubi.

Oleh karena itu, ke depan, Kurtubi mengharapkan kebijakan BBM harusnya masyarakat diarahkan dari minyak ke energi yang banyak, hemat dan bersih yaitu gas. "Gas kita berlimpah, cadangan gas kita banyak, kenapa tidak mulai dari situ dulu dengan getol membangun infrastruktur gas," pungkas Kurtubi.

Seperti diketahui, sedianya kebijakan itu dikabarkan akan diberlakukan pada Mei 2012. Namun, belakangan kabar itu dibantah pemerintah melalui Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, kemarin.

BACA JUGA: