Jakarta - Gubernur NTB Zainul Majdi berharap sisa saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) sebesar 7% bisa dimiliki oleh daerah.

"Sangat besar harapan daerah untuk memiliki saham tujuh persen tersebut," tegas Zainul, saat memberikan keterangan dalam persidangan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara Pemerintah Pusat versus DPR RI dan BPK RI, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (24/4).

Zainul mendesak agar beauty contest pembelian sisa saham divestasi korporasi tambang asal Amerika Serikat di PT NNT itu bisa diulang kembali. Apalagi, perusahaan swasta nasional yang tergabung dalam PT Daerah Maju Bersama (DMB) yang ada saat ini tidak akan mengikuti kembali pembelian saham divestasi tersebut.

"Sehingga pengulangan beauty contest 7 persen diberikan kepada daerah, pasalnya mitra kami dalam PT DMB telah memiliki 24 persen, dan tidak akan ikut beauty contest," kata TGB M Zainul Majdi, saat dimintai keterangannya di MK, Jakarta Pusat, Selasa (24/4).

Mantan Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi (Minerbapabum) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon F Sembiring menilai pemerintah pusat telah membohongi rakyat dalam kasus divestasi saham PT NNT sehingga bisa dipidanakan.

Selain itu, pelanggaran demi pelanggaran aturan hukum terus dilakukan oleh pemerintah pusat yang memunculkan dugaan kuat terjadinya "permainan" antara pemerintah dan korporasi yang berkepentingan dengan tambang emas di wilayah Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Barat.

Simon menjelaskan, pemerintah- dalam hal ini Menteri Keuangan Agus Martowardojo- dinilai tidak melakukan due diligence yang benar saat memutuskan secara sepihak, tanpa persetujuan DPR, untuk membeli tujuh persen sisa saham divestasi PT. NNT pada Mei 2011 melalui kendaraan Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

"Kalau menteri tidak lakukan due dilligence, salah dong. Tentu ada sanksi, pidana maupun administrasi. Kalau tidak lakukan due dilligence, tentu dipertanyakan motifnya (mengambil saham divestasi tujuh persen)," ujar Simon.

Simon juga menegaskan, pengambilalihan 7% saham oleh pemerintah itu juga cenderung akal-akalan, karena Menkeu selama ini cenderung berpikiran untuk hanya mengambil keuntungan finansial, salah satunya melalui penawaran saham publik (Initial Public Offering/IPO).

"Pikirannya untung, untung, dan untung terus. Gak mikir buntungnya. Padahal, bisa apa dengan tujuh persen itu? Ingat, bahwa pengendalinya tetap Newmont Mining Corporation (NMC)," kata Simon.

Menurut Simon, meskipun ada kedok divestasi, pengendali PT NNT tetaplah pihak NMC. Alasannya, kata Simon, selain kepemilikan 49% saham PT NNT, pihak Newmont Corp juga tetap mengendalikan saham, termasuk hak voting dari pemegang saham lainnya, yakni, Pukuafu dan Indonesia Masbaga Investama.

Sebagai gambaran, pada 6 Mei 2011, Nusa Tenggara Partnership BV (yang memegang saham NMC di PT NNT bersama-sama dengan Sumitomo Corporation of Japan) menandatangani kesepakatan pelepasan saham dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) untuk pembelian sisa divestasi saham PT NNT sebesar 7% pada harga US$246,8 juta. PT NNT adalah operator tambang emas di Batu Hijau, NTB.

Selepas pembelian 7% saham PT NNT oleh PIP itu, struktur kepemilikan saham di PT NNT menjadi 49% milik Nusa Tenggara Partnership (NTPBV), 24% PT Multi Daerah Bersaing (MDB), 17.8% PT Pukuafu Indah, 7% PIP, dan 2.2% milik PT Indonesia Masbaga Investama (IMI). Namun, kepemilikan 2.2% oleh IMI itu pun menuai masalah, karena diduga masih merepresentasikan pihak Newmont. IMI membeli 2,2% saham NNT dari PT Pukuafu Indah dengan meminjam dana dari Newmont Ventures Limited (NVL). Dengan begitu pihak Newmont masih mengendalikan lebih dari 50% saham PT NNT.

BACA JUGA: