Indonesia telah memiliki perangkat hukum yang mengatur tentang wakaf, yakni, UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Wakaf, sebagaimana dijelaskan di Pasal 1 Ayat (1) UU Wakaf, adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadat dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Menurut Pasal 215 KHI, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Harta benda yang diwakafkan hanya terbatas untuk setidaknya lima hal, sebagaimana diatur di Pasal 22 UU Wakaf, yakni, diperuntukkan bagi:

  1. sarana dan kegiatan ibadah;
  2. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
  3. bantuan kepada fakir miskin anak telantar, yatim piatu, beasiswa;
  4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
  5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Karena tujuannya untuk kemaslahatan umum maka harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijual atau dialihkan kepada pihak lain, sehingga jika ada jual beli tanah wakaf maka hal tersebut adalah tidak sah.

Bagi orang yang sengaja menjual atau mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

 

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: