Permufakatan jahat (samenspanning) merupakan suatu perencanaan disertai kesepakatan untuk melakukan suatu kejahatan, dapat dikatakan tindak pidana yang disepakati, dipersiapkan atau direncanakan tersebut belum terjadi. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana), percobaan dan permufakatan jahat hanya dihukum lebih ringan dari hukuman pokok.

Pengertian Permufakatan Jahat dalam arti autentik dapat dilihat dalam Pasal 88 KUHPidana, yakni: "Permufakatan itu terjadi, segera setelah dua orang atau lebih memperoleh kesepakatan untuk melakukan".

Namun berbeda dengan UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (UUN) pada saat ini yang menghukum sama dengan hukuman pokok pada delik selesai. Dikarenakan kejahatan narkotika dipandang telah menjadi kejahatan serius. Dalam praktiknya, masih banyak aparat penegak hukum di Indonesia menerapkan Pasal 132 ayat (1) UUN untuk menjerat pelaku tindak pidana selesai yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Hal ini tidak sesuai dengan pengertian permufakatan jahat yang autentik. Karena permufakatan jahat yang didefinisikan Pasal 1 angka 18 UUN dianggap sebagai Lex Specialist dari KUHPidana. Adapun Pasal 1 angka 18 UUN sebagai berikut: "Permufakatan jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika,".

Pencantumkan tanda koma dalam pasal di atas menunjukkan unsur perbuatan permufakatan jahat tersebut bersifat alternatif. Sehingga pada fakta hukum yang memenuhi salah satu saja unsurnya, maka dianggap pasal tersebut telah terpenuhi sebagai suatu tindak pidana permufakatan jahat.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: