Presiden tidak bisa jadi mediator MA dan KY
Bandung - Hakim agung Salman Luthan menilai Presiden RI tidak mungkin menjembatani konflik antara Komisi Yudisial (KY) dengan Mahkamah Agung (MA). Salman juga menilai Presiden tidak mungkin mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mempertegas kewenangan seleksi hakim kepada KY.
"Nggak bisa, Presiden juga nggak bisa mencampuri," kata Salman, dalam acara Workshop Media, di Bandung, Jumat (11/11).
Salman menambahkan, Presiden tidak mungkin menjadi mediator perseteruan KY dengan MA. Pasalnya, tidak ada konflik yang benar-benar jelas.
"Konfliknya juga kan tidak jelas mengenai apa," kata Salman, yang berbicara atas pendapat pribadi ini.
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) mengharapkan dapat ikut melakukan seleksi hakim tindak pidana korupsi sebagai salah satu upaya mencegah banyaknya vonis bebas perkara korupsi. Kewenangan seleksi hakim khusus ini diyakini hanya dapat dimiliki KY dengan bantuan Presiden RI.
Ketua KY Eman Suparman mengatakan, secara kelembagaan KY dengan MA memiliki kepentingan masing-masing. Terdapat rasa sungkan dan kekhawatiran pada dua lembaga ini untuk mengutarakan keinginan yang terkait kewenangan lembaga.
Untuk itu, Eman mengatakan, KY tidak mungkin menawarkan usulan agar bisa melakukan seleksi hakim tipikor, baik adhoc maupun karir secara langsung ke MA. Selain itu, terdapat kemungkinan juga MA akan menolak.
- Saling Banding Putusan Obor Rakyat
- Redaktur Obor Rakyat Divonis 8 Bulan
- FOTO: Jakarta Gelar Pesta Rakyat di Senayan
- Calon Hakim Agung Dicecar Terselipnya Berkas Zainal Abidin
- Komisi Yudisial Ikut Seleksi Hakim Tidak Pengaruhi Kemandirian Hakim
- Berkas Lengkap, Perkara Obor Rakyat Segera Disidangkan
- Al Jona, Mantan Pegawai KY, Divonis 5 Tahun Penjara