Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Mabes Polri mengagendakan pemeriksaan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo, pada Senin (27/7/2015). Keduanya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan pencemaran nama baik yang diadukan oleh pakar hukum Romli Atmasasmita. Pihak Emerson dan Adnan menyayangkan pemeriksaan itu, karena sebelumnya Dewan Pers berkesimpulan bahwa kasus dugaan pencemaran nama baik Romli oleh keduanya seharusnya diselesaikan dengan UU Pers, bukan pidana.

Tips hukum kali ini membahas perihal perbedaan antara aturan hukum mengenai pencemaran nama baik dan pengaduan Dewan Pers.

PENCEMARAN NAMA BAIK
Pencemaran nama baik secara umum diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 9 bulan. Sedangkan pencemaran nama baik melalui media internet diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Lebih lengkap bunyi Pasal 310 ayat (1) KUHP sebagai berikut:
Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.

Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.

Sedangkan bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Berdasarkan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan uji materiil Pasal 27 ayat (3) UU ITE, perkara nomor: 50/PUU-VI/2008, bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. MK menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum.

MEKANISME PERS DAN PENGADUAN DEWAN PERS
Menurut Pasal 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers), pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Jika terdapat suatu pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan pers nasional, pihak tersebut dapat memberikan hak jawab dan hak koreksi kepada pers yang bersangkutan.

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Menurut UU Pers, Dewan Pers adalah lembaga yang menjalankan fungsi memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Apa yang diadukan ke Dewan Pers?

Jika kita merujuk pada Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/VII/2013 Tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers, maka:

Pengaduan adalah kegiatan seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan Pers. Pengadu adalah seseorang atau sekelompok orang, atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas hal-hal yang terkait dengan karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan Pers.

Jika pengaduan tersebut terkait karya jurnalistik, teradu adalah penanggung jawab media. Pengadu mengajukan karya jurnalistik yang diduga melanggar Undang-Undang Pers dan atau Kode Etik Jurnalistik. Jika pengaduan tersebut terkait kegiatan jurnalistik, teradu adalah wartawan beserta penanggung jawab media yang bersangkutan. Pengadu mengajukan bukti kegiatan jurnalistik yang diduga melanggar Undang-Undang Pers dan atau Kode Etik Jurnalistik.

Pengertian dari karya jurnalistik adalah hasil kegiatan jurnalistik yang berupa tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik dengan menggunakan sarana yang tersedia.

Sedangkan kegiatan jurnalistik adalah kegiatan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

HARIANDI LAW OFFICE

BACA JUGA: