Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) sedang dilakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). Pengujian pasal ini terkait tidak wajib membuktikan tindak pidana asalnya (predicate crime). Pemohon adalah mantan Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) RJ Soehandoyo. Pemohon telah menghadirkan saksi untuk didengar keterangannya di MK, Senin, 21/9/2015. Pemohon pernah ditetapkan sebagai tersangka di Polda Sulawesi Utara dengan dugaan tindak pidana pencucian uang. Namun, pemohon tidak ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana asalnya yaitu tindak pidana perbankan. Apakah tindak pidana perbankan itu?

Menurut Sutan Remy Sjahdeini terdapat dua pengertian tindak pidana perbankan. Pengertian dalam arti luas, dan pengertian dalam arti sempit.
Dalam arti luas tindak pidana perbankan adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), yang menggunakan produk perbankan (banking product) sebagai sarana perilaku pelakunya atau produk perbankan (banking product) sebagai sasaran perilaku pelakunya dan telah ditetapkan sebagai tindak pidana oleh undang-undang. Sedangkan dalam Arti sempit tindak pidana perbankan adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), yang ditetapkan sebagai tindak pidana oleh Undang-Undang Perbankan Indonesia dalam hal ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UNdang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Namun pengertian yang lebih populer tentang tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang menjadikan bank sebagai sarana (crimes through the bank) dan sasaran tindak pidana itu (crimes against the bank).

Menurut undang-undang tersebut, terdapat dua tindak pidana dalam dunia perbankan. Tindak pidana yang dikatagorikan sebagai kejahatan, dan tindak pidana yang dikatgorikan pelanggaran.
Pasal 51 Ayat (1) menyatakan:
"Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, 47, 48 ayat (1), 49, 50 dan pasal 50 adalah kejahatan"
Pasal 51 Ayat (2) menyatakan:
"Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (2) adalah pelanggaran"

Lebih lanjut tindak pidana perbankan yang termasuk dalam katagori kejahatan:
1. Pasal 46 Ayat (1): penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa ijin usaha dari BI.
2. Pasal 47: berkaitan dengan rahasia bank.
3. Pasal 48: berkaitan informasi/laporan keuangan bank yakni membuat, memalsukan menghilangkan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, dll.
4. Pasal 49 ayat (2): meminta atau menerima, mengizinkan, menyetujui imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan dll.
5. Pasal 50: Pihak terafiliasi

Lebih lanjut tindak pidana perbankan yang termasuk dalam katagori pelanggaran, yaitu:
Pasal 48 Ayat (2): anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi..."

Beberapa literatur menjelaskan terdapat tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai dari pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat digolongkan ke dalam empat macam:
1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, diatur dalam Pasal 46.
2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, diatur dalam Pasal 47 ayat (1) ayat (2) dan Pasal 47 A.
3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan bank diatur dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2).
4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank diatur dalam pasal 49 ayat (1) huruf a,b dan c, ayat (2) huruf a dan b, Pasal 50 dan Pasal 50A.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: