Salah satu gajah patroli di Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) bernama Yongki ditemukan tewas. Dia ditemukan tewas dengan kondisi tubuhnya sudah tanpa gading pada Jumat,(18/9/2015). Pihak kepolisian setempat dan aparat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan teru berupaya mencari pencuri gading yang membunuh Yongki. Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, ada tiga unit eselon I yang menangani kasus ini, dari Ditjen Konvervasi Sumber Daya Alam (KSDA), Ditjen Penegakan Hukum sampai Inspektorat Jenderal (23/9/2015). Tips hukum kali ini membahas tentang larangan perdagangan satwa liar.

Larangan tentang perdagangan satwa liar diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Selain undang-undang ini terdapat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa.

Menurut PP ini Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar tidak punah. Gajah Yongki adalah jenis satwa yang dilindungi dan dijaga agar tidak punah dan termasuk dapat digolongkan ke dalam jenis satwa yang dalam bahaya kepunahan dan populasinya jarang.

Pasal 21 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan:

Setiap orang dilarang untuk:
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi.

Pasal 40 Ayat (2)
Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Jadi perdagangan dan pembunuhan satwa liar yang dilindungi dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: