Hak paling mendasar seorang buruh adalah mendapat Upah dari pemberi kerja/pengusaha. Upah merupakan hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Nah,  apabila pekerja/buruh diduga melakukan tindak pidana diluar dari pekerjaannya, dapatkah pengusaha memberikan upah kepada buruh ?

Berdasarkan Pasal 88 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengupahan terhadap buruh yaitu meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah untuk pembayaran pesangon dan upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Hal tersebut diatas tidak menyebutkan apakah buruh mendapatkan upah apabila melakukan tindak pidana. Namun buruh mendapatkan hak sebagaimana diatur dalam pasal 160 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa:

Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;

b. Untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;

c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;

d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

BACA JUGA: