Berjalannya suatu perkara perdata diakhiri dengan hakim membacakan putusan atas perkara yang dipersidangkan. Ketika dalam amar putusan tersebut memutuskan bahwa salah satu pihak dinyatakan dikabulkan gugatannya dan menghukum salah satu pihak untuk melakukan perbuatan tertentu, maka putusan memiliki konsekuensi untuk dilaksanakan sebagaimana yang diputuskan dalam amar putusan tersebut. Inkracht atau berkekuatan hukum tetap menjadi syarat utama untuk dapat dilakukannya eksekusi putusan atas suatu perkara perdata. Ketika suatu perkara tidak ada upaya hukum lanjutan berupa banding ataupun kasasi maka eksekusi putusan tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan.

Eksekusi dapat dilakukan secara sukarela ataupun paksa. Eksekusi sukarela dilaksanakan oleh pihak yang dinyatakan dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tertentu sebagaimana yang termaktub dalam amar putusan tanpa adanya paksaan, atau dalam kata lain pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan pengadilan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Bagaimana halnya apabila pihak yang dinyatakan kalah dan dihukum melakukan suatu perbuatan tertentu akan tetapi tidak melaksanakannya? Apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melakukan kewajibannya maka dapat dilakukan eksekusi paksa.

Eksekusi paksa adalah menjalankan putusan pengadilan, yang merupakan suatu tindakan hukum dan dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah disebabkan ia tidak mau menjalankan putusan secara suka rela. Di dalam peraturan perundang-undangan tidak diatur jangka waktu jika putusan akan dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah. Pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan berdasarkan Pasal 196 HIR yang berbunyi:

"Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari."

Bagaimana halnya apabila telah diberikan waktu sebagaimana disebutkan diatas, akan tetapi belum juga dilaksanakan oleh pihak yang dikalahkan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu. Adapun tindakan pengadilan untuk melakukan sita atas barang-barang pihak yang kalah tersebut haruslah diawali dengan permohonan dari pihak yang dimenangkan atas perkara pokok sebelumnya tersebut.

Semua orang harus menyadari bahwa setiap perintah pengadilan dalam suatu putusan adalah perintah negara karena pada dasarnya semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang. Oleh karenanya tidak melaksanakan putusan pengadilan sama saja dengan tidak melaksanakan perintah negara.

 Abdanial Malakan S.H., M.H. Advokat dan Konsultan Hukum

 

BACA JUGA: