Masih hangat dalam pemberitaan di berbagai media, terutama gresnews.com tentang tertangkapnya seorang pegawai yang menjual vaksin palsu yang dibuat ditempatnya bekerja oleh pihak kepolisian. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata banyak macam vaksin palsu yang siap diedarkan, berupa 195 kemasan vaksin Hepatitis B, 221 botol vaksin Pediacel, 364 vial/botol pelarut vaksin campak kering, 81 kemasan vaksin penetes polio, 55 vaksin anti-snake dalam plastik, dokumen penjualan vaksin, bahan baku pembuatan vaksin, alat pres untuk menutup botol vaksin, serta vaksin palsu lainnya. Bahkan tempat usaha itu telah beroperasi selama 13 tahun lamanya.

Padahal pentingnya masalah kesehatan ini, telah diatur dengan tegas dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), yaitu untuk penyediaan obat farmasi beserta alat kesehatannya hanya dapat diedarkan bila telah mendapatkan izin edar. Lalu produk farmasi tersebut wajib ditandai dan diberikan informasi mengenai kegunaannya dengan lengkap serta tidak menyesatkan.

Terkait dengan hal tersebut tujuan diberikannya vaksinasi pada bayi adalah supaya bayi kebal terhadap ancaman penyakit-penyakit berbahaya. Sehingga terkadang masyarakat pun rela mengeluarkan biaya mahal demi vaksinasi bayinya dengan pertimbangan demi kesehatan masa depan bayi tersebut.

Hal ini menjadi sangat serius karena penggunaan vaksin palsu ini dapat mengancam nyawa jutaan generasi penerus. Sehingga UU Kesehatan memberikan ancaman hukuman yang berat untuk para pelaku ataupun oknum-oknum yang terlibat.

Ancaman hukuman pidana tersebut tertuang dalam Pasal 197 UU Kesehatan, yaitu, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan ketersediaan bahan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Hal tersebut senada dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 8 Ayat (3) yaitu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. Jika dilanggar maka pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sebesar Rp2 miliar.

Demikian beratnya ancaman undang-undang tersebut mencerminkan jika pembuatan vaksin palsu tersebut adalah perbuatan pidana yang tidak dapat dipandang remeh, karena menyangkut keselamatan anak-anak yang tak berdosa.

Semoga Tips Hukum kali ini dapat berguna bagi Anda.

Tetap membaca, tetap cerdas.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum Gresnews.com.

BACA JUGA: