Pemerintah tengah mencanangkan perumahan murah bagi rakyat.  Program ini membuat pengembang berlomba membuat perumahan dan pemukiman rakyat. Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan tersebut terdapat hal-hal yang harus dipenuhi pihak pengembang agar perumahan yang dibuat menjadi layak huni dan menjadi sebuah hunian yang berimbang.

Untuk mengatur hal tersebut agar mudah dipahami dan diaplikasikan, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam peraturan tersebut dijelaskan jika permukiman adalah sebuah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan.

Dalam kaitannya dengan hunian berimbang, PP tersebut secara eksplisit mengatur untuk perumahan dan kawasan permukiman wajib dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu yang sebagian diperuntukan bagi rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau dalam rumah tapak dan rumah susun umum. Misal, pembangunan berskala besar yang mesti melaksanakan hunian berimbang 1:2:3. Artinya, satu rumah mewah berbanding tiga rumah murah.

Lebih lanjut, dalam PP baru ini diatur juga untuk pelaksanaan hunian berimbang, sehingga pengembangan hunian dimungkinkan untuk membangun suatu hunian berimbang dibangun tidak dalam satu kawasan. Sebagai contoh, rumah mewah dibangun di Surabaya, kemudian rumah sederhana bisa dibangun di kota lainnya.

Dalam teknis perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Administratif, yaitu status penguasaan kavling tanah dan kelengkapan perizinan.
b. Teknis yaitu, gambar struktur yang dilengkapi dengan gambar detail teknis jenis bangunan dan cakupan layanan.
c. Ekologis yaitu, perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan mengutamakan penggunaan energi non fosil. Serta harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik.

Jika ketentuan ini tidak dilaksanakan oleh pengembang, maka dikenakan sanksi non-pidana berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan pembangunan, pembekuan IMB, pembekuan pendirian bangunan, dan denda administratif.

Semoga Tips Hukum kali ini dapat berguna bagi Anda.

Tetap membaca, tetap cerdas.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum Gresnews.com.

BACA JUGA: