Penetapan anggota DPR RI Fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dugaan pemberian keterangan palsu dalam persidangan perkara korupsi e-KTP oleh KPK menjadi topik pemberitaan di Media Masa Nasional. Sebab, KPK yang biasanya melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi, kali ini melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pemberian keterangan palsu yang diduga dilakukan Miryam S Miyam.

Mungkin para pembaca bertanya-tanya, mengapa KPK bisa melakukan Penyelidikan dan penyidikan atas tindak pidana pemberian keterangan palsu? Nah, Tips Hukum akan menjelaskan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bahwa tugas dari KPK adalah :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi

5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Berdasarkan tugas tersebut diatas KPK memiliki kewenangan untuk melakukan segala tindakan tentang korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkait dengan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pemberian keterangan palsu terhadap Miryam S Haryani, KPK berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan dikarena Miryam S Haryani diduga melanggarkan ketentuan sebagaimana Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa:

"Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".

BACA JUGA: