GRESNEWS.COM - Tentang cuti dan istirahat kerja, telah diatur Pasal 79 ayat (1) s.d ayat (5) UU No. 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Selama buruh menjalani masa cuti maka buruh tetap berhak mendapatkan upah. Mengenai waktu dan prosedur pengambilan cuti biasanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Dalam UU tersebut, waktu istirahat diantara jam kerja adalah sekurang kurangnya ½ (setengah) jam setelah buruh bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan tidak dihitung sebagai jam kerja. Untuk istirahat
mingguan, buruh berhak sekurang-kurangnya selama 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Cuti Tahunan adalah cuti yang diberikan pada setiap buruh yang telah bekerja selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut. Lamanya cuti tahunan paling banyak 12 (dua belas) hari kerja.

Sedangkan istirahat panjang adalah hak istirahat selama 2 (dua) bulan, yang diberikan kepada buruh yang telah bekerja 6 (enam) tahun terus menerus pada perusahaan yang sama. Istirahat panjang ini dilaksanakan
pada tahun ketujuh dan tahun kedelapan yang masing-masing dilaksanakan selama 1 (satu) bulan. Buruh yang telah mengambil istirahat panjang tidak berhak untuk mendapatkan cuti tahunan. Istirahat panjang ini
diatur lebih rinci dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama (PKB) atau peraturan perusahaan (PP).

Cuti Haid dan Cuti Hamil Bagi Buruh Perempuan
Bagi buruh perempuan juga berhak memiliki cuti saat haid, tepatnya pada hari pertama dan kedua haid. Cuti haid ini hak buruh perempuan tiap bulan tanpa mengurangi cuti tahunannya. Sedangkan cuti hamil/bersalin/keguguran adalah cuti yang diberikan pada buruh perempuan sekurang-kurangnya 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan. Untuk keguguran, cuti diberikan sekurang-kurangnya selama 1,5 (satu setengah) bulan setelah keguguran dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Cuti hamil juga tidak mengurangi cuti tahunan atau istirahat panjang.

Alasan Mendesak
Selain itu, Pasal 93 ayat (2) huruf c jo. Pasal 93 ayat (4) juga mengatur cuti karena alasan mendesak, yang ini tidak dihitung dalam cuti tahunan atau istirahat panjang. Beberapa alasan yang diperbolehkan UU Ketenagakerjaan, adalah: pekerja/buruh menikah, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dan anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

TIM HUKUM GRESNEWS.COM

BACA JUGA: