Dalam kasus perceraian, persoalan hak asuh anak tidak luput menjadi perebutan antara para pihak, padahal kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaiknya. Lantas siapa yang paling berhak atas hak asuh anak dalam kasus perceraian?

Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 1043.K/Sip/1971 tertanggal 3 Desember 1974 mengenai penggabungan gugatan (samenvoeging van vordering), permohonan perceraian dapat memasukan tentang hak asuh anak. Hal itu dapat bersamaan diputus oleh majelis hakim yang memeriksa karena dianggap saling berhubungan dan tidak bertentangan pada aturan khusus lainnya. 

Bahwa mengenai hak asuh anak pada dasarnya untuk kepentingan anak maka untuk pemeliharaan anak, ibu kandunglah yang diutamakan, khususnya anak-anak yang masih di bawah umur, karena kepentingan anak yang menjadi kriteria yang membutuhkan kasih sayang dan perawatan ibu. Hal tersebut sebagaimana yurisprudesi MA Nomor: 102/K/Sip/1973 tertanggal 24 April 1975.

Ada pun aturan khusus yang mengatur mengenai hak asuh anak yang  beragama Islam, diatur berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya.

(NHT)

BACA JUGA: