Peninjauan Kembali oleh Jaksa. Boleh?
Tentu kita masih ingat tentang putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi yang diajukan oleh terdakwa Syafruddin Temenggung dengan amar putusan lepas dari tuntutan hukum. Dengan demikian terdakwa bebas dari jeratan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ada upaya hukum luar biasa yang biasanya selalu dilakukan oleh pihak terpidana. Yaitu upaya Peninjauan Kembali (PK). Namun apakah upaya PK ini dapat dilakukan oleh JPU KPK?
PK diatur berdasarkan Pasal 263 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana yang menyatakan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Terkait Pasal 263 Ayat (1) KUHAP tersebut pernah menjadi silang pendapat antara JPU dengan terpidana tentang penafsiran siapakah yang dapat melakukan PK.
Dalam praktiknya JPU bisa mengajukan PK. Namun hal tersebut, saat ini tidak dapat dilakukan oleh JPU. Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya Nomor 33/PUU-XIV/2016 yang menafsirkan Pasal 263 Ayat (1) KUHAP, yaitu, PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan dan permohonan. PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. (NHT)
- Apa itu Bank Digital dan Bagaimana Aturan Mainnya
- Aturan Hukum Pengangkatan Anak
- Pasal-Pasal Tentang Akses Ilegal
- Aturan Hukum Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan
- Perjanjian Layanan Pinjaman Online
- Pasal Pidana Penimbunan Obat Terapi Covid-19
- Pasal Pidana Lalai Mengemudikan Kendaraan Bermotor