Dalam sengketa kepailitan pada umumnya dilakukan kreditur untuk dapat menagih utang yang telah jatuh tempo dari debitur dengan cara sita umum atas semua kekayaan debitur. Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan, kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Untuk dapat melakukan hal tersebut, kreditur mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitur. Dalam hal sengketa kepailitan sudah didaftarkan maka pengadilan harus memberikan putusan atas permohonan pernyataan pailit paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

Setiap putusan yang dikeluarkan pastilah ada pihak-pihak yang menerima dan ada juga yang tidak menerima dengan putusan tersebut. Nah, untuk yang tidak menerima hasil putusan dapat melakukan upaya hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyatakan upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.

Permohonan kasasi sebagaimana tersebut diatas diajukan paling lambat 8 (delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit.

BACA JUGA: