JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat (9/11) kemaren melakukan upaya eksekusi kepada tiga terdakwa kasus korupsi pemberian suap dalam rangka penghentian perkara PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tiga terdakwa itu adalah Sudi Wantoko, Dandung Pamularno serta Marudut Pakpahan.

Eksekusi dilakukan pada pukul 15.30 WIB oleh Jaksa Eksekutor KPK. Mereka langsung dibawa ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Saat keluar dari Rutan KPK, ketiganya enggan memberikan keterangan kepada para awak media dan langsung masuk ke mobil tahanan yang akan membawanya.

Ketua Tim Jaksa KPK yang menangani perkara ini Irene Putri mengatakan pihaknya dan juga para terdakwa menerima putusan majelis hakim. Oleh karena itu, setelah lewat 7 hari setelah putusan maka eksekusi kepada ketiganya dilakukan.

"Kami terima putusannya. Hari ini dieksekusi. Aku dapat memahami dasar hakim memutus. Namun tindak lanjut harus didiskusikan lebih lanjut," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, Irene Putri saat dikonfirmasi, Jumat (9/9).

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis pidana penjara kepada dua pejabat PT Brantas Abipraya, Meraka adalah Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno serta perantara bernama Marudut Pakpahan. Sudi divonis pidana penjara tiga tahun plus denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan penjara, sementara Dandung dipidana penjara selama 2,5 tahun dan Rp100 juta subsider dua bulan penjara, sedangkan Marudut dihukum pidana tiga tahun ditambah denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Majelis Hakim menilai, ketiganya terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Meski terdapat dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam vonis ini, namun Majelis Hakim menilai Sudi, Dandung, dan Marudut terbukti menjanjikan sesuatu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta, Tomo Sitepu. Mereka dinilai terbukti menjanjikan uang Rp2,5 miliar untuk mengamankan kasus PT Brantas Abipraya (Persero) yang ditangani Kejati DKI Jakarta.

SEJARAH BARU - Kasus korupsi PT Brantas Abipraya ini memang penuh kontroversi. Salah satunya, ini adalah kali pertama KPK hanya menjerat pemberi suap tanpa menjerat pihak penerima suap.

Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati pun mengakui hal tersebut. Menurut Yuyuk hingga saat ini hanya perkara suap tersebut yang memang belum menjerat pihak penerima.

"Seingat saya tidak ada, tapi saya harus cek lagi. Tapi memang sepertinya iya, baru pertama kali," terang Yuyuk kepada wartawan di kantornya, Jumat (9/9).

KPK selama ini memang selalu menerapkan kasus suap berpasangan. Dalam suatu kasus korupsi, penyidik menjerat pemberi dan juga penerima suap. Seperti dalam perkara suap para Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara.

Penyidik menjerat tiga orang hakim dan satu panitera sebagai tersangka penerima suap. Dan sebagai pemberi, pihak perantara M Yagari Bhastara Guntur juga ikut menjadi tersangka setelah terjerat dalam operasi penangkapan.

Kemudian berturut-turut KPK menetapkan Otto Cornelis Kaligis serta mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti sebagai tersangka dari pihak pemberi.

Kasus hampir sama terjadi pada Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Ia ditetapkan sebagai tersangka meskipun belum menerima uang suap dari seorang perantara yaitu Ahmad Fathonah dalam kasus suap kuota impor daging sapi.

BACA JUGA: