Eksepsi (keberatan), atau dalam Bahasa Inggris disebut juga sebagai exception atau plead, adalah pembelaan yang tidak mengenai materi pokok dari surat gugatan tetapi ditujukan kepada formalitas dari gugatan. Gugatan yang diajukan dianggap mengandung cacat atau pelanggaran formil sehingga mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima. Eksepsi tidak ditujukan dan tidak menyangkut tentang pokok perkara. Bantahan atau tangkisan terhadap materi pokok perkara diajukan sebagai bagian tersendiri.

Tujuan pokok pengajuan eksepsi agar majelis hakim mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa materi pokok perkara. Pengakhiran yang diajukan melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan yang negatif, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet OnvantKelijk Verklaard).

Dalam hukum acara pidana, eksepsi dapat diartikan sebagai tangkisan atau bantahan yang diajukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas surat dakwaan. Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pengajuan keberatan adalah hak dari terdakwa dengan memperhatikan bahwa eksepsi harus diajukan pada sidang pertama, yaitu setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat dakwaan. Eksepsi yang dapat diajukan di luar tenggang waktu tersebut adalah eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana disebut dalam Pasal 156 ayat (7) KUHAP.

Bentuk-bentuk eksepsi sendiri meliputi berbagai jenis yang dikenal dalam perundang-undangan ataupun dalam praktik pengadilan diantaranya adalah:

- Eksepsi Kewenangan Mengadili. Eksepsi ini memberikan bantahan atau tangkisan perihal kewenangan mengadili dari pengadilan. Terdapat dua jenis eksepsi ini, pertama yaitu tidak berwenang secara absolut (kompetensi absolut) yang didasarkan pada faktor perbedaan lingkungan peradilan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman. Kedua, tidak berwenang secara relatif (kompetensi relatif) yang didasarkan pada faktor daerah atau wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama; 
- Eksepsi Dakwaan Batal Demi Hukum. Dalam hal ini dakwaan tidak memenuhi syarat yang diminta dalam Pasal 142 ayat (2) KUHAP sehingga dianggap kabur, membingungkan, sekaligus menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri. Ada beberapa sebab yang menyebabkan dakwaan batal demi hukum diantaranya adalah:
1. Apabila dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan dimana berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP meminta Jaksa Penuntut Umum untuk membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan tanda tangan; 
2. Apabila dakwaan tidak memuat secara lengkap identitas terdakwa yang terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan hal ini diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP; 
3. Apabila dakwaan tidak menyebut tempat dan waktu kejadian (Locus Delicti dan Tempus Delicti) dimana tindak pidana tersebut terjadi dimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP; 
4. Apabila dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai uraian tindak pidana yang didakwakan, dalam artian semua unsur delik dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan harus cermat disebut satu persatu serta menyebut dengan cermat, lengkap, dan jelas.

- Eksepsi Kewenangan Menuntut Gugur. Dalam ini terjadi karena tindak pidana yang didakwakan telah pernah diputus dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau dalam Bahasa Latin ne bis in idem atau terjadi karena penuntutan yang diajukan telah melampau tenggang waktu atau daluarsa (soal daluarsa dalam KUHP diatur dalam Pasal 78–82).
- Eksepsi Dakwaan Tidak Dapat Diterima. Hal ini diajukan bila tata cara pemeriksaan yang dilakukan tidak memenuhi syarat formal diantaranya seperti:
1. Apabila tidak memenuhi ketentuan yang ditentukan dalam Pasal 56 ayat (1) yaitu tersangka atau terdakwa harus didampingi oleh penasihat hukum apabila tindak pidana yang didakwakan ancaman pidananya pidana mati atau pidana > 15 tahun dan bagi yang tidak mampu diancam tindak pidana > 5 tahun; 
2. Apabila tindak pidana merupakan delik aduan akan tetapi dakwaan terhadap terdakwa dilakukan tanpa ada pengaduan dari korban atau tenggang waktu pengaduan tidak dipenuhi, merujuk pada ketentuan Pasal 72–75 KUHP. Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi maka akibatnya dakwaan tidak dapat diterima; 
3. Apabila tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa sedang dalam pemeriksaan di pengadilan negeri lain; 
4. Apabila tindak pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata sehingga apa yang didakwakan sesungguhnya termasuk sengketa perdata yang harus diselesaikan secara perdata; 
5. Apabila bentuk dakwaan yang diajukan tidak tepat dalam hal ini berarti Jaksa Penuntut Umum keliru dalam merumuskan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

Adapun jenis-jenis eksepsi yang kerap dipergunakan dalam praktik hukum acara perdata adalah sebagai berikut:
1. Eksepsi formal
Eksepsi ini didasarkan pada tangkisan supaya pokok perkara yang dijadikan dalil gugat oleh penggugat ditolak pemeriksaannya oleh majelis hakim; 
- Eksepsi Absolut: yang didasarkan pada faktor perbedaan lingkungan peradilan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman; 
- Eksepsi Relatif: didasarkan pada faktor daerah atau wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan sebagaimana disebutkan dalam pasal 125 ayat (2) HIR, pasal 133 HIR, pasal 149 ayat (2) RBg; 
- Eksepsi Van Gewijsde zaak: Eksepsi ini diajukan karena perkara itu sudah nebis in idem, yaitu sudah pernah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya; 
- Eksepsi Gemis Aan Hoe Danig Heid: Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan tujuan suatu gugatan karena penggugat tidak mempunyai kedudukan untuk mengajukan gugatan (tidak memiliki kapasitas sebagai Penggugat).

2. Eksepsi Materiil
Eksepsi ini ditujukan dengan tujuan agar hakim yamg memeriksa perkara yang sedang berlangsung tidak melanjutkan pemeriksaannya karena pemeriksaan tersebut dalil gugatannya bertentangan dengan hukum perdata (hukum materiil). Eksepsi yang termasuk kelompok ini dapat dikelompokan sebagai berikut:
- Dilatoir eksepsi: Gugatan yang diajukan oleh penggugat belum tiba saatnya untuk diajukan atau posita gugat masih tergantung pada saat yang belum terpenuhi atau dalam arti prematur; 
- Eksepsi Aan Hanging Beding: Eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang sama sekarang masih bergantung, masih dalam proses pengadilan lain, dan belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 
- Eksepsi van Connexiteit: perkara yang sedang berproses sekarang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa di pengadilan yang lain dan belum ada keputusan yang pasti; 
- Eksepsi Premtoir: Tangkisan yang menyangkut gugatan pokok, atau meskipun tergugat mengakui dalil gugat akan tetapi tergugat mengemukakan keterangan tambahan yang prinsipal, sehingga oleh karena gugatan oleh penggugat tidak diteruskan pemeriksaannya; 
- Eksepsi Plurium Litis Consortium: bahwa gugatan tersebut kurang pihak; 
- Eksepsi Non Adimpleti Contractus: bahwa penggugat juga tidak melakukan isi persetujuan, tergugat tidak ingin memenuhi persetujuan; 
- Eksepsi Obscuur Libel: gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima karena gugatan yang diajukan tidak jelas permasalahannya (kabur), sebagaimana diatur dalam Pasal 125 ayat (1) HIR dan Pasal 149 ayat (1) RBg; 
- Posita dan Petitum berbeda; 
- Gugatan yang daluarsa: eksepsi bahwa gugatan penggugat dinyatakan tidak diterima karena perkara yang diajukan itu telah terlampaui waktunya.

ABDANIAL MALAKAN S.H., M.H.

DISCLAIMER: Rubrik Konsultasi dan Tips Hukum ditujukan untuk memberikan pengetahuan umum tentang persoalan hukum sehari-hari dan tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian di peradilan. Rubrik ini dikelola oleh advokat dan penasihat hukum.

BACA JUGA: