JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menjelang Pemilu 2014 ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) semakin garang saja mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang. PPATK misalnya, telah meminta KPU, parpol, dan para caleg untuk segera mengirimkan data-data mereka terkait nama, alamat dan juga nomor rekening yang digunakan untuk kampanye. Selain itu, PPATK juga telah menyurati pihak perbankan untuk segera memberikan informasi terkait fasilitas apa saja yang dimiliki setiap nasabah di bank bersangkutan, mulai dari tabungan, giro, deposito, safe deposit box, hingga fasilitas kredit.

Termasuk informasi untuk mengetahui, berapa jumlahnya, dimana disimpan, jenisnya apa saja dan fasilitas lainnya. Berbagai data itu dihimpun PPATK untuk membangun Sistem Pelaporan Jasa keuangan Terpadu (Sipesat). Lewat sistem ini, PPATK bisa tahu semua nasabah di perbankan memiliki fasilitas apa saja. "Targetnya, sebelum pemilu 2014 digelar kita sudah tahu data-data seluruh orang Indonesia yang tercatat di perbankan, asurasi hingga pasar modal," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada Gresnews.com.

Khusus Pemilu 2014 kata dia, PPATK berupaya mencegah terjadinya money politics, dan penyusupan dana pengusaha hitam ke parpol dan politisi. Semua itu kata pria kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, pada 9 Agustus 1960 tersebut adalah untuk mendukung tugas PPATK dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Agus mengatakan, hingga akhir Desember 2013, jumlah pelaporan transaksi mencurigakan yang masuk ke PPATK terus meningkat mencapai 13.979.815 laporan. Paling banyak adalah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) yang mencapai 38.406 laporan alias meningkat 23,8 persen dari tahun lalu.

Agus memastikan, jumlah laporan tersebut dipastikan akan meningkat tajam di tahun 2014, seiring akan digelarnya pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres). Kepada Gresnews.com, pekan lalu, Agus Santoso buka-bukaan soal sepak terjang PPATK dalam mencegah dan memberantas TPPU. Berikut petikan wawancara Agus Santoso dengan reporter Gresnews.com Karim Siregar dan Pewarta Foto Edy Susanto yang menemuinya di Gedung PPATK, Jalan Ir. Juanda Nomor 35, Jakarta.

Sejauh ini, apa yang telah dilakukan PPATK untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang?
Dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) yang berlaku sejak 22 Oktober 2010, PPATK jauh lebih kuat. Indikasi ini bisa dilihat dari mitra kerja PPATK dari unsur penegak hukum yang sekarang ini bukan lagi dua yaitu Kejaksaan dan Kepolisian seperti yang diatur dalam Undang Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang TPPU, tetapi sudah menjadi enam. Keenamnya, Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Dirjen Pajak, dan Bea Cukai. Jadi ada enam penyidik dari enam instasi yang bekerjasama dengan kita, sehingga kita lebih kuat untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPU.

Bagaimana dengan hasil laporannya?
Terkait laporannya juga lebih kuat, dulu laporannya hanya berbentuk Laporan Transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), dan Laporan Pembawaan Uang Tunai (LPUT). Namun, saat itu LPUT belum efektif. Sekarang ini kita lebih efektifkan dengan bekerjasama dengan Bea Cukai. Dan yang baru saja kita berlakukan adalah memberlakukan Laporan Transfer dari Luar Negeri dan ke Luar Negeri (LTKL). LTKL ini  beraku sejak 15 Januari 2014. Kita Negara ketiga yang menerapkan LTKL setelah Australia dan Kanada.

Apa perbedaan LTKL ini dengan yang sudah ada?
Dalam jangka pendek ini sekaligus untuk mengantisipasi penyelenggaraan Pemilu 2014. Makanya kita agak memaksa agar ini segera berlaku sejak Januari karena kita juga ingin mengantisipasi terjadinya aliran uang dari luar negeri yang masuk ke Indonesia untuk merecoki pemilu. Sementara tujuan jangka panjangnya, ekstrimnya, satu rupiah uang ditransfer dari luar negeri atau ke luar negeri pun harus dilaporkan ke PPATK. Dengan adanya LTKL, dana yang bersumber dari pelaku yang terindikasi terkait tindak pidana asal (TPA) TPPU akan terlacak. Demikian pula halnya dengan dana yang masuk ke negara Indonesia yang bersumber dari aktivitas money laundering. Tidak hanya terkait TPPU, LTKL ini juga sebagai upaya memperkuat dalam pencarian dan mengungkapkan kejahatan transnasional.

Realnya apa saja kejahatan transnasional itu?
Dengan LTKL ini, kita akan tahu biang kerok mafia narkoba dan teroris. Misalnya, selama ini pelaku narkoba dalam negeri bisa kita tangkal tetapi dari luar jauh lebih sulit, sehingga dengan LTKL ini kita akan tahu pergerakan uang mafia narkoba atau pelaku teroris ke mana saja jika mereka lakukan melalui transfer. Ini jaring pengaman untuk pencegahan, pengamatan aliran dari luar negeri. Khusus untuk kejahatan yang sifatnya sistem sel, yang orangnya biar digebukin nggak mau ngaku siapa di atasnya, maka melalui LTKL ini akan kita ketahui melalui penelusuran LTKL.

LTKL ini juga untuk menghadapi Asean Community 2015. Sebab Asean Community ini kerjaan besar bagi PPATK karena Indonesia akan menyatu dengan semua negara anggota Asean. Ketika Asean Community berlaku, kita bisa menangkal kemungkinan perilaku koruptor yang bekerja sama dengan pihak luar negeri dengan berlakunya free movement of people. Jangan sampai ketika Asean Community berlaku, suap dilakukan di luar negeri.

Bagaimana kalau dilakukan dengan membawa uang tunai, LTKL tentu tidak ada artinya?
Jika diantarkan tunai, kita akan mengetahuinya melalui CBCC (cross border cash carrier). CBCC ini akan memeriksa semua uang tunai di setiap pintu masuk dan pintu keluar sebuah negara. Kalau ada uang dalam jumlah yang mencurigakan, mereka akan ditangkap CBCC.

Apa manfaatnya bagi Negara dan bagaimana dampaknya bagi peningkatan pencegahan dan pemberantasan TPPU ketika LTKL ini diberlakukan?
Kita akan punya data besar. Dengan berlakunya LTKL ini, maka PPATK sudah bekembang menjadi intelijen ekonomi. Misalnya, kita akan mengetahui setiap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berada di Negara mana dan asal kampungnya. Kita akan tahu siapa saja pelaku ekspor dan impor, apa saja yang diekspor dan diimpor, dari mana, kemana dan berapa banyak yang diekspor atau diimpor. Kita juga menjadi tahu, berapa banyak  sapi, bawang, buah-buahan, elektronik yang diimpor. Begitu juga dengan barang-barang lain-lain yang diekpor-impor. Ini kita ketahui karena jelas-jelas mereka akan menggunakan transaksi transfer dana untuk pembayaran. Semua transaksi yang melewati batas negara akan tercatat, kita juga akan tahu anak pejabat si A sekolah di mana karena ada pengiriman uang sekolah.


Bagaimana mekanisme transfer dana dari dan ke luar negeri itu bisa diketahui PPATK?
PPATK mewajibkan seluruh bank umum per 14 Januari 2014 untuk melaporkan nasabah yang melakukan transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri sesuai perintah UU Nomor 8 tahun 2010, Pasal 23. Penyedia transaksi keuangan lainnya juga wajib melaporkannya kepada PPATK paling lambat mulai 1 Juli 2014. Pada akhirnya dana yang bersumber dari hasil kejahatan akan dapat dikembalikan ke Indonesia dan digunakan untuk tujuan sebenarnya. Seperti,  untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, sistem keuangan Indonesia yang stabil dan bersih akan terwujud guna mendukung pembangunan ekonomi yang dicita-citakan.

Upaya PPATK untuk memastikan perbankan dan jasa keuangan lain mau memenuhi perintah PPATK?
Laporan ini terdiri dari lima pilar. Ada sistem, aplikasi, kepatuhan, pengawasan, dan sanksi. Sistem dan aplikasinya sudah kami buatkan termasuk infrastruktur, mulai dari pengadaan komputer hingga perangkat lainnya. Terkait kepatuhan, ini dilakukan direktur kepatuhan di setiap perbankan. Untuk memastikan tingkat kepatuhan di setiap perbankan, PPATK memantaunya melalui sistem yang sudah dibangun. Di sini kami mempunyai direktur kepatuhan juga. Direktur kepatuhan PPATK ini tugasnya meneliti setiap pelapor patuh atau tidak patuh.

Kalau ada ketidakpatuhan maka ada proses pembinaan, kalau sudah dibina masih tidak bisa maka akan diberikan sanksi. Sanksi tentu diberikan lembaga pengawas, untuk perbankan, asuransi, dan pasar modal dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  Sanksinya berupa administratif, denda, hingga pencabutan izin usaha. Sanksi ini perlu ditegaskan karena roh LTKL ini ada dilaporan. Laporan ini pun harus dilakukan dengan baik, benar, akurat, tepat waktu dan memenuhi syarat. Dari laporan yang masuk ini baru kita melakukan analisis.

Langkah lainnya?
Paling lama pada tanggal 10 Maret 2014 kita juga meminta laporan dari semua bank dan mereka sudah kita surati untuk menyerahkan Sipesat (Sistem Pelaporan Jasa Keuangan Terpadu) juga untuk menghadapi Pemilu 2014. Inti laporan Sipesat ini, kita harus tahu semua nasabah di perbankan memiliki fasilitas apa saja di bank bersangkutan, mulai dari tabungan, giro, deposito, safe deposit box, hingga fasilitas kredit. Targetnya, sebelum Pemilu, kita sudah tahu seluruh orang Indonesia yang tercatat di perbankan, asurasi hingga pasar modal. Tujuannya, untuk memudahkan melakukan pencarian terhadap terduga TPPU dan tidak tergantung lagi pada perbankan. Kita tinggal mencari di kompuer data PPATK untuk mengetahui apa, berapa, dan dimana saja ia mempunyai uang dan fasilitas lainnya.

Bagaimana kalau pihak-pihak itu berkelit dengan alasan undang-undang kerahasiaan?
Kita adalah lembaga intelijen yang dikecualikan dari UU Kerahasiaan, mulai dari rahasia pribadi hingga rahasia bank. Kita boleh membuka nomor rekening individu yang diduga atau dicurigai. Memang, PPATK tidak menangkap orang, tapi kita bekerja dengan penegak hukum lainnya. Laporan kita memang masuk dalam kategori laporan intelijen kalaupun sebenarnya Laporan Hasil Analisi (LHA) ini sudah mengandung dugaan kuat terjadinya TPPU. Sebab kita juga menemukan adanya tindak pidana asal, seperti narkoba, teroris, dan sebagainya.

Apa kelemahan laporan intelijen ini?
Laporan hasil analisis sebenarnya sudah memberikan clue (petunjuk-red)adanya TPPU dan tindak pidana asal (TPA) terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) karena laporan hasil analisis mengungkapkan dengan jelas hubungan transaksi keuangan antar pihak-pihak yang diduga terlibat. Kelemahannya, laporan intelijen dalam bentuk LHA ini bukan alat bukti sehingga ketika diserahkan kepada penegak hukum, mereka masih harus melakukakan penyelidikan. Kalau kami boleh melihat rekening orang dan dibenarkan menangkap orang maka PPATK akan menjadi superbody. Sebetulnya agar PPATK lebih kuat, kami harus diberikan kewenangan penyelidikan supaya hasil yang kami serahkan kepada penegak hukum ini hasilnya adalah alat bukti.  

Untuk melihat, memantau transaksi seluruh orang Indonesia, bagaimana PPATK melakukannya?
Kita dibantu oleh sistem komputer yang bisa menyaring setiap transaksi mencurigakan melalui skoring yang ditetapkan. Kalau skoringnya masih rendah (misalnya kita sebut skoringnya 1-5) maka skor 1 dan 2 akan sendirinya masuk kedalam data base, sementara skor 3-5 akan muncul dalam sistem yang patut kita pantau. Misalnya, seseorang terlapor di LTKM, terlapor di LTKT, terlapor di CBCC, terlapor di LTKL ditambah lagi laporan dari masyarakat, ya sudah itu sudah pasti masuk dalam high risk (risiko tinggi melakukan TPPU-red). Ini akan kita lihat dan selanjutnya dibuatkan LHA.

Terkait fungsi analisis berapa jumlah yang disampaikan PPATK kepada penyidik?
Hasil Analis (HA) yang sudah kami sampaikan kepada penyidik di tahun 2013 ini mencapai 301 HA. Sejumlah 231 HA merupakan inquiry (permintaan penyidik-red) dan 70 lagi merupkan HA proaktif (inisiatif PPATK-red).

Berdasarkan HA itu mana yang paling dominan?
Dugaan tindak pidana korupsi masih masih menjadi tindak pidana yang dominan, yaitu 168 HA atau mencapai 55,8 persen. Dugaan tindak pidana penipuan merupakan tindak pidana dominan diurutan kedua. Selain fungsi analisis, kami juga memiliki fungsi pemeriksaan (HP). Selama 2013, kami sudah menyampaikan sebanyak 26 HP kepada penyidik. 5 HP disampaikan kepada penyidik kepolisian saja, 9 HP kepada peyidik Kejaksaan saja, dan 11 HP kepada penyidik Kepolisian dan Kejaksaan, sementara kepada KPK hanya 1 HP.

Menurut Anda, apakah HA dan HP yang disampaikan PPATK kepada penyidik itu sudah maksimal ditindaklanjuti?
Kalau dibilang maksimal, kami merasa memang belum maksimal. Saya juga tidak bisa mengatakan semua laporan hasil analis PPATK itu mudah untuk mencari alat buktinya karena ada dua tindak pidana yang harus ditelusuri, satu Tindak Pidana Asal dan satu lagi Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk pelaku ´kakap´ cara mainnya tentu tidak ceroboh. Mereka banyak siasat dan modus.

Dari HA dan HP yang diserahkan ke penyidik, lembaga mana yang paling cepat dan mana paling lamban menindaklanjutinya?
Saya pikir apreasiasi penegak hukum di tahun 2013 sudah membaik. Yang kurang gebrakannya adalah tindak-lanjut dari Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Prestasi kedua lembaga ini masih belum kelihatan, bahkan sepi-sepi saja. Kedua lembaga ini masih jauh ketinggalan dibandingkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan, atau BNN. Mereka harus terus didorong, sementara Kepolisian dan Kejaksaan juga tentu tetap harus dipacu agar mereka tidak kalah dibandingkan KPK.

Menurut Anda, apa penyebab tidak maksimalnya penegak hukum mendapatkan alat bukti terkait TPPU ini?
Para penyidik dari berbagai penegak hukum, belum terbiasa untuk melihat atau mencari alat bukti dari sisi kejahatan keuangannya. Ini memang agak sulit bagi yang belum terbiasa. Misalnya, seseorang tiba-tiba kaya, kita hanya bisa bilang ini tidak wajar, masak hanya dengan gaji Rp 10 juta bisa punya rumah yang nilainya Rp 12 miliar, punya deposito misalnya Rp 5 miliar. Bagi yang belum terbiasa tentu penelusuran ini akan memakan waktu panjang.

Upaya PPATK menghadapi belum terbiasanya penegak hukum itu?
Kami terus berupaya untuk bersinergi dengan mereka. Misalnya, sekarang ini kita bekerja sama dengan kepolisian menggunakan fasilitas yang mereka milki. Di Akademi Kepolisian Semarang ada namanya Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Sekolah ini menyediakan pendidikan bagi para penegak hukum dalam kerangka penyidikan multi yuridiksi dalam kejahatan transnasional, dengan memfokuskan pada kegiatan memerangi terorisme. Oleh kami, JCLEC dimanfaatkan untuk training terkait TPPU, baik dengan Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN, Dirjen Pajak, dan Bea Cukai. Selain training bersama di Semarang, tentu kita juga melakukan training bersama dalam forum-forum di Jakarta dan daerah lainnya untuk memahami dan bagimana cara membaca LHA PPATK.

Mana yang lebih banyak diindaklanjuti penegak hukum, HA  yang mereka minta atau inisiatif PPATK?
Kebanyakan memang dari hasil yang mereka minta (inquiry) karena mereka sudah memulai dan sudah menemukan kasusnya. Tapi tidak sedikit  yang berasal dari inisiatif kita. Misalnya kasus AM (Akil Mochtar), TCW (Tubagus Chaeri Wardana), RAC (Ratu Atut Chosiah), ini sudah kirim ke KPK jauh hari sebelum operasi tangkap tangan dilakukan KPK kepada AM. Untuk AM, kita sudah serahkan ke KPK pada tahun 2012, RAC tahun 2011, TCW kita kasih sekitar Juni 2013.

Bisa sampai setahun baru ditindaklanjuti?
Kejahatan itu kan sifatnya berulang, menurut teori modus, kalau dia jambret dari kanan maka selamanya ia akan menjambret dari kanan. Tukang pecahin kaca mobil pasti akan selalu mengincar untuk memecahkan kaca mobil. Dan itu juga berlaku untuk ketiganya, misalnya AM baru tertangkap tangan pada Oktober 2013. Banyak hal yang sudah kita berikan ke penegak hukum lalu mereka monitor. Begitu juga dengan kasus DW (Dhana Widyatmika) pegawai pajak yang ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka penggelapan pajak. LHA-nya dari PPATK.

Kenapa juga pemeriksaan terhadap orang yang diduga korupsi itu terkesan tebang pilih?
Sistem pemberantasan korupsi ini sebenarnya sudah bagus. Kendalanya kan bisa dari kuantitas penyidiknya, baik di Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Dirjen Pajak, dan Bea Cukai dibandingkan jumlah dugaan kasus korupsi yang ada.

Termasuk kasus yang saat ini masih ditangani KY, terkait hakim PK Sudjiono Timan?
Kita juga mempunyai MoU dengan KY. Maksud saya KY tidak bekerja sendirian ketika menyebut ada hakim agung yang mondar-mandir ke singapura. Kita mendukung KY, dengan MA tentu kita juga bekerja sama. Misalnya dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 yang  menjadi dasar hukum bagi perampasan aset.

Anda pernah menyebut, modus baru penyuapan di lakukan di luar negeri, bagaimana PPATK mencegah dan memberantasnya?
Untuk dalam negeri kita sudah cukup bagus, namun kerjasama dengan luar negeri baru tahap memperkuat, misalnya terkait valuta asing. Satu sisi kita sudah bekerjasama dengan PPATK-nya Singapura untuk memantaunya. Melalui kerja sama ini, kita bersama KPK pernah melakukan operasi tangkap tangan dengan sejumlah barang bukti, kita menemukan uang dolar singapura dalam pecahan Sin$ 1.000 dan Sin$ 10.000. Padahal pecahan ini tidak beredar di masyarakat Singapura, tapi tenyata dimiliki oleh para koruptor Indonesia.

Bisa terjadi begitu, siapa yang bisa dimintai tanggung jawabnya di dalam negeri?
Kami sudah menghimbau Gubernur Bank Indonesia untuk mempertanyakan hal ini kepada pemerintah Singapura. Selain itu, Gubernur BI juga harus mengontrol impor uang asing ke Indonesia. Uang dianggap barang sehingga diserahkan ke Bea Cukai. Pengiriman uang satu kontainer dianggap sebagai pengiriman barang. Bank Indonesia mestinya lebih mengawasi impor uang ini karena bisa disalahgunakan untuk kejahatan. Termasuk mengawasi valuta asing, misalnya penukaran uang asing.

Khusus untuk menjelang pileg dan pilpres, apa yang dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya politik uang?
Untuk mengantisipasi maraknya praktik korupsi politik yang biasa terjadi satu tahun menjelang dan sesudah masa Pemilu, PPPATK telah meminta semua partai politik (parpol) peserta Pemilu untuk melaporkan nama, alamat, dan nomer rekening seluruh calon anggota legislatifnya (Caleg), dari daerah tingkat II hingga pusat. PAATK akan mengawasi semua peredaran uang dalam Pemilu 2014, baik itu transaksi yang dilakukan para caleg atau partai politik berlandasan peraturan KPU tentang pembatasan dana kampanye.  


Itu dari eksternal, bagaimana di internal PPATK, Anda pernah takut, pernah diintervensi atau ditekan untuk tidak atau melakukan terkait hasil analisis?
Secara struktur, PPATK langsung di bawah Presiden, Kepala PPATK Pak Muhammad Yusuf dan saya Wakil PPATK dipilih dan dilantik Presiden, bukan DPR. Yang saya tahu, Presiden dan Wakil Presiden belum pernah melakukan intervensi atau tekanan dan sejenisnya. Ketika kami misalnya mengurusi LHA terkait Hambalang, apakah itu Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, Anas Urbaningrum dan lainnya, tidak ada tuh intervensi dari Presiden yang kita tahu atasan dari yang saya sebutkan ini di Partai Demokrat.

Bukankah......?
Nggak ada, nggak ada, kata-kata jangan lakukan itu tidak ada datang dari Presiden. Begitu juga dari pejabat di bawah Presiden, semisal Mensesneg juga tidak pernah, benar tidak pernah atau dari anggota Kabinet Indonesia Bersatu sekalipun. Benar, saya tidak pernah merasakan intervensi yang saudara maksudkan.

Kalau begitu, apa kendala PPATK saat ini?
Dari sisi hukum, kalau pemeintah ingin lebih memperkuat lagi PPATK, kami harus diberi kewenangan penyelidikan. Dengan kewenangan ini, PPATK bisa mengkonfirmasi kepada orangnya, yang saat ini wewenang kami baru sebatas pemeriksaan. Kendala lainnya adalah masih sulit memantau suap dalam bentuk uang tunai. Maka kami meminta agar UU Pembatasan Transaksi Uang Tunai segera diberlakukan. RUU-nya sudah ada di DPR, mudah-mudahan bisa selesai tahun ini. Memang sebelumnya kita mempunyai UU yang mirip pada tahun 1946, saat itu batas maksimal yang diperbolehkan adalah Rp 26.000. Sekarang kita sudah kebablasan, meskinya transaksi uang tunai ini bisa dibatasi, bukan membatasi hak, tapi membatasi admisi (ijin masuk).

Kalau kita merefleksi ke tahun 2013, bagimana pandangan Anda?
Saya pikir tahun 2013 merupakan tonggak yang luar  biasa bagi kinerja PPATK terkait TPPU. Semua pihak, baik di Kepolisian, Kejaksaan KPK, BNN, Bea Cukai, Dirjen Pajak sudah menerapkan dakwaan kumulatif, berupa tindak pidana asal dan TPPU. Sehingga si terpidana bukan saja dipenjara, tapi hartanya bisa dirampas. Sebab disini ada proses pembuktian terbalik. Si terdakwa di minta dalam persidangan di pengadilan untuk membuktikan apakah harta yang dia miliki bukan dari hasil kejahatan. Ketika  si terdakwa tidak bisa membuktikan harta kekayaannya bukan dari hasil kejahatan, maka hartanya bisa dirampas.

Misalnya dalam kasus Wa Ode Nurhayati (suap dan TPPU terkait Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah/DPID), Syarifuddin (suap dan TPPU terkait perkara kepailitan PT Skycamping Indonesia/SCI), Bahasyim Assiffie (korupsi pajak dan TPPU), Irjen Pol Djoko Susilo (korupsi dan TPPU terkait proyek pengadaan alat simulator SIM di Korlantas Polri), dan Ahmad Fathanah (suap dan TPPU terkait pengurusan kuota impor daging sapi). Majelis hakim memerintahkan sejumlah aset milik terdakwa dirampas untuk negara. Perampasan ini berkaitan dengan perkara tindak pidana pencucian uang dan kasus tindak pidana korupsi.

Kinerja PPATK bisa dikatakan baru menggeliat setahun belakangan ini?
Tidak sedikit juga prestasi yang dicapai PPATK sebelum tahun 2013 tapi yang saya sebutkan di atas mayoritas terjadi di tahun 2013. Mahkamah Agung dalam perkara Wa Ode, jelas-jelas menyatakan bahwa Jaksa KPK berwenang melakukan penuntututan TPPU. Ini yang tidak pernah terjadi sebelum periode Abraham Samad, belum pernah terjadi seorang terdakwa dituntut bersamaan dengan TPPU. Tetapi bekat kerjasama antara PPATK dengan KPK, tuntutan kumulatif ini bisa diberlakukan.

Bukan hanya Kepolisian dan Kejaksaan, sekarang KPK juga menerapkan tuntuan kumulatif itu sehingga berdampak banyaknya uang yang akan kembali kepada kas negara. Ketika hal itu sudah dinyatakan MA, maka harusnya ini menjadi yurisprudensi bagi hakim agar tidak ada lagi koruptor yang bisa lolos. Koruptor itu harus dipenjara dan dirampas harta kekayaannya. Ini akan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Anda yakin, dakwaan kumulatif seperti itu bisa menyentuh penyelenggara negara di lingkaran Presiden misalnya?
Sejatinya hukum itu tidak pandang bulu, dengan kondisi saat ini siapa pun akan tersentuh hukum. Para koruptor tinggal menunggu waktu dan gilirannya saja. Saya hanya mengingatkan, dari lingkungan mana pun ia berasal, koruptor itu harus tobat. Sekarang itu sudah ada KPK, ada PPATK yang diberikan kewenagan untuk melihat transaksi apa pun karena tidak ada UU Kerahasiaan Negara yang membatasinya. Seharusnya para pejabat harus berpikir ulang, mengubah cara pandang yang selama ini salah, jangan lagi mencoba untuk melakukan korupsi. Saat ini percuma melakukan korupsi.

Lantas kenapa para tersangka masih banyak yang menyangkal tidak melakukan korupsi?
Saya masih bercaya pada pameo yang mengatakan ´tidak ada maling yang mengaku´. Kita buktikan saja dipersidangan, karena mereka masih beranggapan LHA bukan alat bukti. Tapi kita kan bukan institusi ngawur, yang bekerja disini punya kompetensi semua. Mereka berasal dari 10 institusi yang bebeda bergabung disini.

BACA JUGA: