JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus penembakan terhadap enam terduga teroris di Ciputat oleh Detasemen Khusus 88 Anti Teror dipersoalkan sejumlah pihak karena adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia langsung meminta polisi menggelar rekonstruksi pascapenyerbuan di Kampung Sawah Lama, Ciputat, Tangerang Selatan tersebut.  "Perlu ditelusuri lebih lanjut apakah proses penembakan yang dilakukan pasukan Densus itu sudah memenuhi prosedur tetap yang sudah diatur melalui peraturan Kapolri," ujar Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila.

Mantan Ketua Harian Lembaga Studi Advokasi Perempuan dan Anak (Elsapa) asal Pacitan Jawa Timur ini juga mengaku telah lama melakukan pemantauan terhadap kerja-kerja Densus dalam melakukan pemberantasan teror.  Bahkan tidak hanya Densus, pihaknya juga melakukan pengamatan terhadap kinerja Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) yang dinilainya tak menunjukkan hasil meski anggaran yang digelontorkan negara cukup besar.  

Ketua Komnas HAM periode 2012-2017  ini juga mengatakan, Komnas HAM memiliki banyak catatan terkait tindakan Densus selama ini. Berikut wawancara selengkapnya Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dengan wartawan Gresnews.com Yudho Raharjo dan fotografer Edy Susanto di kantor Komnas HAM Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat, Jumat (3/1) pekan lalu;

Apa sikap Komnas HAM terkait penggerebekan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang menewaskan sekaligus enam terduga teroris di Ciputat pada malam pergantian tahun kemarin?
Ciputat, bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya sudah banyak kasus yang terkait dengan teroris. Kami sudah lama melakukan pemantauan terhadap kerja-kerja Densus dalam melakukan pemberantasan teror. Namun perlu ditegaskan terlebih dahulu jika kami tidak dalam posisi memberikan dukungan kepada kelompok teroris. Tetapi kami juga tetap melakukan pengawasan terhadap Densus dalam melakukan kerja-kerja pemberantasan terorisme, jadi posisinya seperti itu.

Nah dari beberapa kasus yang ditemukan, hasil pemantauan kami, terlihat dalam beberapa kasus dimana menurut penilaian kami tidak perlu dilakukan penembakan di tempat tapi itu tetap dilakukan dan terus terjadi misalnya kelompok yang diduga teroris ini tidak membawa senjata dan tidak membawa bom namun ternyata tetap ditembak di tempat. Ini kan sebenarnya sesuatu yang tidak perlu dilakukan. Pengawasan atau pemantauan seperti inilah yang terus menerus kami lakukan. Untuk kasus di Ciputat kami sedang dalam proses meminta klarifikasi kepada pihak kepolisian, itu yang pertama.

Yang kedua, tentu kami menyesalkan dan ikut berduka atas kematian enam orang yang menjadi korban dan besok kami akan melakukan rekonstruksi di lapangan sekitar pukul 11.00 (rekonstruksi telah dilakukan pada Sabtu (4/1)-red). Kami melakukan rekonstruksi di lapangan karena perlu ditelusuri lebih lanjut apakah proses penembakan yang dilakukan pasukan Densus itu sudah memenuhi prosedur tetap yang memang sudah diatur melalui peraturan Kapolri. Hal ini yang menjadi catatan bagi kami. Penembakan dengan enam korban itu tentu sangat kami sesalkan. Kebenaran mengenai seperti apa peristiwa yang terjadi di lokasi ini besok akan kami telusuri. Perlu diketahui walaupun kami juga telah berada di lokasi kejadian pada saat penyerbuan dilakukan pada saat rekonstruksi, kami akan mengumpulkan informasi dari orang-orang yang berada di sekitar lokasi kejadian yang melihat langsung peristiwa tersebut ketika terjadi pertama kalinya.

Apakah selama ini Komnas pernah melayangkan surat keberatan secara resmi ke Densus‬ terkait aksi-aksinya yang selalu menimbulkan korban jiwa?
Sering, bukan pernah lagi.

Berapa kali?
Kalau berapa kalinya harus dilihat karena kami melakukan pemantauan itu kan tidak hanya di Ciputat. Misalnya dulu kejadian yang sama terjadi di Solo,Temanggung, Poso, Makassar, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) kami sudah melayangkan surat mengenai hasil temuan-temuan kami di lapangan.

Juga menjadi catatan bagi kami soal yang kedua adalah kerja Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT). BNPT harus menjelaskan secara transparan kepada publik program deradikalisasi yang dilakukan oleh mereka itu sebenarnya sudah sejauh mana tingkat capaiannya. Siapa saja yang sudah dideradikalisasi kemudian apa yang dilakukan termasuk juga apa bantuan kelompok yang sudah di deradikalisasi ini terhadap proses-proses atau pengembalian orang-orang yang ditarik ke dalam jaringan teroris dan sebagainya. Anggaran mereka itu kan cukup besar tetapi publik sampai saat ini belum pernah mendapatkan laporan. Jadi kemudian kesan yang timbul kegiatan mereka dilakukan secara diam-diam. Kami sendiri hingga saat ini belum pernah mendapatkan laporan secara resmi atau publik mengetahui secara resmi hasil dari apa yang sudah dilakukan oleh BNPT dalam program deradikalisasi. Mengapa ada program deradikalisasi tapi kok justru semakin banyak pelaku teror yang bermunculan, wajar kan jika kemudian timbul pertanyaan apa saja yang telah dilakukan oleh mereka selama ini dengan menggunakan anggaran negara yang begitu besar. Itu semua harus dipertanggungjawabkan. BNPT dan Densus yang berada di bawah institusi kepolisian harus berkoordinasi dengan baik. Jangan kemudian BNPT melakukan upaya deradikalisasi tetapi kepolisian justru setiap hari menambah daftar korban yang tewas karena penembakan. Saya melihat adanya ketidakberesan di Densus dan BNPT dalam menjalankan programnya. Jangan-jangan kedua lembaga ini tidak pernah berkoordinasi satu sama lain.

Bisa dikatakan koordinasi kedua lembaga tersebut lemah?
Saya tidak tahu, publik kan tidak pernah tahu apa yang dilakukan oleh BNPT‬.

Sampai sejauh mana pemantauan yang dilakukan terhadap kinerja Densus?
Kami sekarang sedang dalam pembahasan dan melakukan kajian hukum terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh Densus apakah masuk kategori pelanggaran HAM berat atau tidak. Semua sedang dalam kajian dan analisis hukum untuk memberikan penilaian apakah yang dilakukan Densus itu pelanggaran HAM berat atau tidak.‬

Selain penggerebekan dan penyergapan bagaimana dengan aksi-aksi Densus yang lain seperti penangkapan tanpa surat perintah, bukankah itu sama dengan penculikan?
Yang menonjol sebenarnya adalah korban yang tidak diketahui identitasnya. Kemudian yang kedua menurut pendamping korban sekarang itu penanganan Densus justru jauh lebih tidak manusiawi dibandingkan yang sebelumnya. Sebelumnya menurut mereka kalau ada korban yang meninggal karena tertembak maka keluarga korban diberitahu kemudian dijemput dan difasilitasi untuk melihat jenazah keluarganya tersebut sekaligus dilakukan tes DNA sebelum akhirnya jenazah dipulangkan. Sekarang sama sekali tidak ada yang memberitahu kepada keluarga‬.

Jadi menghilang begitu saja?
Iya. Soal identitas korban yang tidak diketahui bagi kami adalah sesuatu yang sangat perlu dipertanyakan karena Densus selalu mengatakan bahwa mereka untuk bisa mengidentifikasi apakah seseorang merupakan bagian dari jaringan teroris atau tidak maka Densus sudah membuntuti selama tiga hingga enam bulan. Jika sudah dibuntuti selama itu tentu identitas seseorang kan sudah pasti diketahui. Meski memiliki banyak nama alias tentu Densus kan sudah tau siapa keluarganya atau minimal tempat tinggalnya dan siapa saja temannya. Jadi mereka yang tidak diketahui identitasnya atau biasa disebut dengan Mr X belum tentu 100 persen merupakan bagian dari jaringan teroris. Bisa saja mereka hanya orang awam. Ini gunanya kami terus menerus melakukan pemantauan terhadap kerja-kerja mereka. Bagaimana pertanggungjawaban Densus kemudian dengan meninggalnya orang yang tidak diketahui identitasnya walaupun Densus selalu berdalih mereka sulit melakukan identifikasi karena banyaknya nama alias yang digunakan. Dari hasil pengintaian  Densus seharusnya mengetahui siapa saja keluarga, di mana dia tinggal atau minimal siapa saja teman-temannya.

Apa Komnas punya data berapa banyak korban penembakan, penculikan atau penganiayaan oleh Densus?
Ada. Tapi harus kami update terlebih dahulu.

Data terakhir?
Nanti saya tanyakan ke staf terlebih dahulu. Densus dibentuk setelah insiden Bom Bali pertama, ada bantuan dari Australia untuk kerja kesatuan ini.

Apakah ada kaitan antara bantuan luar negeri dengan represivitas Densus?
Itu bukan wilayah kerja Komnas. Kami hanya mengawasi apakah dalam melakukan kerja-kerjanya mereka melakukan pelanggaran HAM atau tidak, itu saja. 

BACA JUGA: