GRESNEWS - Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung (Kejagung) Adjat Sudradjat memiliki kenangan yang terus melekat selama hampir 30 tahun kariernya sebagai jaksa. Mengawali karier sebagai Kepala Sub Bagian Humas Protokol Kejaksaan Tinggi Aceh hingga menjabat Jamintel, lelaki kelahiran Bandung, 19 Mei 1955 itu ternyata kerap blusukan juga ketika menangani perkara.

Kepada Gresnews.com, Jumat pekan lalu, Adjat bercerita tentang pengalaman lapangannya. "Dua tahun saya pernah menangani perkara GAM (Gerakan Aceh Merdeka)," katanya. Saat itu dia menjabat Kepala Seksi Pidana Khusus di Kejari Langsa, Aceh Timur.

""
Adjat Sudradjat

Adjat menuturkan pengalaman yang paling berkesan adalah ketika ia menjadi jaksa di Aceh Timur. Saat itu sebagai Kasipidsus ia termasuk jaksa yang relatif baru. "Menangani banyak kasus dari kasus perkara tindak pidana umum maupun kasus dalam kualifikasi khusus seperti dalam penanganan perkara GAM," ujarnya.

Adjat mengatakan ia dilibatkan sejak operasi intelijen pengaman dari TNI dan Polri. "Itu merupakan pengalaman baru bagi saya. Sebagai jaksa baru punya pengalaman baru dan saya juga ditunjuk sebagai koordinator dalam penanganan kasus itu (GAM). Jadi bekerja dengan TNI dan Polri sudah terbentuk sejak saya berawal dari jaksa," tuturnya.

Hal menarik dari Aceh Timur, kisahnya, adalah di sana adalah daerah pesisir sehingga banyak barang selundupan yang masuk.

"Itu harus saya hadapi karena itu memang tugas saya. Jadi ketika ada pendidikan mengenai tindak pidana ekonomi dan penyelundupan, saya bukan lagi belajar tapi saya sudah menangani kasus penyelundupan, illegal logging. Kemudian saya belajar kepada jaksa-jaksa yang lebih senior yang pangkatnya lebih rendah dari pada saya," katanya.

Kendati berpangkat lebih rendah, kata dia, jaksa senior itu jago dalam perkara tindak pidana umum. "Mereka lebih jago, saya belajar dari mereka semua bagaimana cara menangani perkara-perkara. Ini pengalaman yang menjadi modal buat saya, yang membentuk saya," ujarnya.

Adjat melanjutkan setelah dari Aceh ia menjadi Kepala Seksi Intelijen di Kejari Tembilahan Riau. Daerah itu rawan tindak pidana penyelundupan dan pembalakan liar. Kemudian dia pindah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat. "Saat itu beberapa petinggi meragukan saya bisa menjadi Kajari," kenangnya.

Adjat melompat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Jawa Barat. Waktu itu, kata Adjat, sempat terjadi persoalan dalam laporan mengenai perkara pembalakan liar di Kalimantan Barat.

"Jadi saya laporkan itu secara kolektif sedangkan diminta satu persatu dari 10 perkara. Kenapa saya laporkan kolektif karena kasusnya sama, kurun waktunya berdekatan dan modus operandinya juga sama, jadi tidak perlu dilaporkan satu persatu. Petunjuk jaksa agung juga dilaporkan secara kolektif. Saya juga jelaskan secara rinci, jadi itu pelanggaran, kalau pelanggaran tidak wajib melaporkan ke kejaksaan kecuali itu kejahatan baru wajib melaporkan. Nah semua memahami ini akhirnya saya dipromosikan jadi asisten pimpinan di Kejati Riau selama 1,5 tahun," katanya.

Kariernya berlanjut, Adjat diangkat menjadi Kasubdit Yankum PPH pada Dir PPH JAM Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara selama setahun. Selanjutnya menjadi Asintel di Kejari Jawa Barat dua tahun. Setelah itu berturut-turut dia menjadi Wakajati Banten, Kajati Banten, Kajati Sulawesi Selatan, Sekretaris Jampidum, Staf Ahli Bidang Intelijen, hingga sekarang menjadi Jamintel.

"Panjang perjalanannya, sampai sekarang saya sudah 30 tahun," katanya.

BACA JUGA: